Kamis, 16 Januari 2014

Kritik Sastra Berdasarkan Pendekatan Mimetik (puisi&novel)



KRITIK SASTRA
  •   Berdasarkan Pendekatan Mimetik
  •    Kritik Mimetik (Mimetic criticism)
            Dalam buku ”Prinsip-prinsip Kritik Sastra”, menyebutkan bahwa kritik mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan, pencerminan, atau penggambaran dunia luar dan kehidupan manusia. Kriteria yang utama dikenakan pada karya sastra adalah ”kebenaran” penggambarannya terhadap objek yang digambarkan atau hendak digambarkan (Pradopo, 2003:192).

A. Puisi
            Sajak yang akan di kritik adalah sajak “Gadis Peminta-minta” puisi Toto Sudarto Bachtiar.

GADIS PEMINTA-MINTA
Toto Sudarto Bachtiar
Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyumu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi lulang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kauhafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku.
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, oh kotaku Hidupnya tak lagi punya tanda

     Sebelum menjelaskan gambaran kehidupannya, dideskripsikan dahulu setiap lariknya.sebagai berikut:
d Larik ke-1: setiap bertemu anak kecil yang membawa kaleng kecil
d Larik ke-2: semuanya dijalani dengan senyuman tidak terlalu menghiraukan hal sedih karena kesedihan sudah  jadi kebiasaan.
d Larik ke-3: melihat ke atas pada siang hari
d Larik ke-4: seperti tidak ada kehidupan
d Larik ke-5: karena terlalu simpati jadi merasa ingin mengalami rasa yang sama
d Larik ke-6: anak kecil itu pulangnya ke bawah jembatan
d Larik ke-7: hidupnya penuh dengan impian
d Larik ke- 8: kebahagiaan hanya mimpi belaka
d Larik ke- 9: kesulitan hidupnya berat  tidak sebanding dengan usianya
d Larik ke- 10:mainnya anak kecil itu di sekitar selokan
d Larik ke-11: hatinya bersih
d Larik ke-12: menerima kesusahan orang lain
d Larik ke-13:kalau anak kecil peminta-minta telah tiada
d Larik ke-14: kehidupan yang sulit tidak ada yang merasakan
d Larik ke-15: kehidupan kotanya terlepas dari pemandangan peminta-minta

$        Dari ke-15 larik di atas, menggambarkan adanya kehidupan seorang anak kecil yang pekerjaannya meminta-minta, tempat mainnya di sekitar selokan, tempat tinggalnya di kolong jembatan, kehidupannya penuh kesusahan dan kebahagiaan yang diharafkan hanya sebuah mimpi.
Hal-hal di atas benar-benar menggambarkan kehidupan di sebuah kota besar yang dipenuhi dengan banyaknya anak kecil meminta-minta khususnya di Indonesia apalagi di kota besar seperti Jakarta. Jadi dari sekian banyak penggambaran penyair ingin menggambarkan keadaaan indonesia khususnya di kota besar. Dari segi mimetiknya, sajak ini bagus karena diangkat dari suatu kenyataan, dimana banyaknya anak kecil peminta-minta di jalanan kota. Jadi pilihan kata yang digunakan dalam sajak di atas menggambarkan dengan jelas sebuah kehidupan manusia.

B. Novel
            Novel yang akan dikritik adalah novel “Dzikir-Dzikir Cinta” karya Anam Khoirul Anam.

Kutipan 1: “ SENJA tampak sayu di balik lipatan kabut. Suasana Kampung kuning tampak remang dan lenggang, meski matahari belum sepenuhnya tenggelam. Ia masih membiaskan warna-warna mempesona, teduh memandikan jiwa yang sepi.
  •  Kutipan di atas menggambarkan bahwa sore hari suasana di kampung sudah sepi. Hal itu seperti halnya dalam dunia nyata. Khususnya daerah daerah perkampungan.

Kutipan 2: “PEMUDA itu berjalan ke arah utara. Tepat setelah ia turun dari angkutan kota. Di pundaknya terdapat ransel yang terlihat sarat dengan muatan. Dengan mengenakan busana khas santri ia menyusuri jalan setapak di hadapannya.

  •  Kutipan di atas menggambarkan bahwa adanya seorang pria yang naik angkot membawa tas ransel dan memakai baju santri, hal seperti itu sangat jelas menggambarkan sebuah kehidupan seorang santri.

Kutipan 3: Sehabis menunaikan shalat Magrib berjama’ah bersama para santri dan juga Kiyai beserta para ustadz-ustadzah di mesjid’ Al-Munir’, ia langsung sowan ke kediaman kiyai Mahfud, unuk menceritakan kisahnya yang tertunda sebelum Ashar tadi. Seperti yang diwejangkan Pak Kiyai.
  •  Kutipan di atas menggambarkan seorang santri yang terbiasa dengan shalat magrib berjama’ah , dan dilanjutkan dengan kegiatan tukar pendapat (sharing).
Kutipan 4:” PIKIRAN perempuan itu kian gelisah. Tak biasanya ia meraskan hal demikian. Seperti sebuah firasat buruk. Ia seperti merasakan ada yang aneh hari itu. Sesuatu ganjil. Ia semakin resah ketika mencoba menghilangkannya.
  • Kutipan di atas menggambarkan seorang ibu yang sedang sangat khawatir teringat tentang nasib anak laki-lakinya, seorang ibu yang mencemaskan anaknya selalu ada dalam kehidupan nyata, dan sifat itu menggambarkan sebuah kehangatan dalam keluarga.

Kutipan 5:”DENYAR- denyar dunia politik kian memanas. Kurang dari dua bulan lagi pemilihan kepala Daerah akan segera dilaksanakan. Pamfelt-pamflet bertebaran ke seluruh penjuru ruang.
  •  Kutipan di atas menggambarkan ramainya suasana menjelang pemilu ,pamflet-pamflet ada dimana-mana, hal seperti ini ada dalam kehidupan sudah terbiasa dan menjadi kebiasaan.

  •  Dari segi mimetiknya novel di atas bagus karena menggambarkan cerita seperti halnya dalam kehidupan nyata.




2 komentar:

  1. kren, artikelnya sangat membantu pemahamanku tehadap puisi.

    BalasHapus
  2. mampir di (http://depisugandi91.blogspot.com/)

    BalasHapus