BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penulisan
Berbicara masalah pesantren tidak
terlepas dari budaya-budaya yang terdapat di dalamnya ada banyak budaya yang
belum kita ketahui yang terdapat dalam pesatren dan ada banyak kisah cinta
romantis religi yang jarang ada di dunia luar pesantren.
Itulah yang membuat di analisisnya
novel Dzikir-Dzikir Cinta karya Anam Khoirul Anam terbitan Diva Press yang
terbit tahun 2006 di Jogjakarta dengan tebal halaman 392, dan harga Rp 30.000.
Novel ini sangat menarik untuk
diperbincangkan oleh karena itu dalam penulisan ini akan dideskripsikan
mengenai fakta cerita, tema cerita, dan sarana cerita
Dalam fakta cerita akan dideskripsikan
mengenai tokoh, plot dan latar, dalam tema cerita akan dideskripsikan tema-tema
yang terdapat dalam novel,
dalam
sarana cerita akan dideskripsikan judul cerita, sudut pandang, gaya dan nada.
1.2
Rumusan Masalah
Bersumber kepada latar belakang di
atas, supaya penulisan ini tidak mengalami perluasan dari tujuan yang
sebenarnya, maka rumusan masalahnya diproyeksikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah fakta cerita dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul
Anam?
2.
Apa sajakah tema cerita dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul
Anam?
3.
Bagaimanakah sarana cerita dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul
Anam?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam
analisis ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan fakta cerita
dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam.
2. Untuk mendeskripsikan tema cerita
dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam.
3.
Untuk mendeskripsikan sarana cerita dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam
Khoirul Anam.
1.4
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam analisis
ini adalah sebagai berikut:
Bab
1 berisi pendahuluan, bab 2 berisi analisis fakta cerita, bab 3 berisi analisis
tema cerita, bab 4 berisi analisis sarana cerita, bab 5 penutup
BAB
II
ANALISIS
FAKTA CERITA
2.1
Analisis Tokoh dalam Novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam.
2.1.1
Para Tokoh
Tokoh yang terdapat dalam novel ada
64 orang, yaitu sebagai berikut:
Rusli,
Sukma, Fatimah, Kiyai Mahfud, Gus Mu’ali, Nikmah, Asrul, Hasyim, Paijo, Kiyai
Latif, Qibtiyah, ema, Maesaroh, Fiah, Subhan, Kang Jalal, Hardi, Salman, Sohir,
Soleh , Ridwan, Burhan, Fadli, Firman, Togar, Fandi, Ahmad, Romli, Sobrun,
Hamdi, Laila, Firah, Nida, Muslih, Habib, Mufid, Azwardi, Siti, Fatma, Pa
Tabah, Rukmi, Pa Harto, Pa Bari, Bu Miatun, Mahfur, Anto, Rina, Reni, Bu
Sirroh, Kiyai Aziz, Sugeng, Muktar, Lukman, Kiyai Husen, Alif, Rokib, Faiz ,
Maesaroh, Luluk, ibu sukma, Kiyai Muhsin, Lisa , Heni, Sohib.
2.1.2
Penokohan
1.
Rusli
-
familiar, cakap dan mudah bergaul
Sifatnya yang
familiar menjadikannya sangat lentur; cakap dan mudah bergaul dengan siapa
saja.( halaman 77)
-
tidak sombong
Selalu andap asor pada yang lebih tua dan sayang
pada mereka yang lebih muda
(
halaman 120)
-
tawadhu
Hanya saja ia memang lebih tawadhu dan tidak banyak
polah ( 120)
2.
Sukma
-
setia
Ia bukan wanita yang mudah berpindah hati pada lain
orang. Dan inilah wujud dari sebuah kesetiaan (
halaman 340)
-
penuh wibawa, dewasa
Dan satu hal yang paling penting, dia cerdas. Penuh
Wibawa. Sifat kedewasaan yang ada pada dirinya juga menjadikannya selalu
dijadikan tempat berbagi, kendati usianya masih relatif muda (
halaman 101)
-
rajin ibadah
Dengan tenang dan khusyu ia melakukan ritual suci,
tahajjud. Setelah melakukan shalat beberapa rakaat. Gadis itu mengambil kitab
suci Al-Qur’an. ( halaman 88)
3.
Fatimah
-
patuh
Gadis itu hanya mengangguk pelan mengiyakan seruan
dari Abahnya. ( halaman 108)
-
perhatian
“ tenangkanlah pikiranmu Qib! Aku akan selalu ada
dan aku akan tetap menjadi sahabatmu.”
( halaman 315)
-
egois
“Sebenarnya, dari dulu aku sudah tahu kalau
Akang menjadi miliknya. Hanya saja aku diam. Tapi, oleh sebab kesalahanku dan
juga egokulah yang telah menghancurkan hubungan cinta Akang dan Sukma.(
halaman 249)
-
tenggang rasa
“ Sebagai seorang wanita aku bisa merasakannya
betapa sakit derita batin yang ia alami sekarang.”
(halaman 351)
- supel
Di
dalam kamarnya, Fatimah langsung dikerubungi oleh teman-teman sekamarnya (
halaman286)
4.
Kiyai Mahfud
-
bijaksana
“ Sebaiknya , biar Fatimah saja yang memberi
keputusan terhadap lamaran panjenengan kulo anamung ngrestoni mawon.”
( halaman 322)
-
qonaah
Bagi pa
kiyai, menjadi seorang guru agama, baginya, hal itu sudah lebih dari cukup. Hal
itu lebih mulia dibandingkan dengan yang lain.
( halaman 237)
5.
Gus Mu’ali
-
berjiwa sosial
Semua anak jalanan dan anak-anak panti –panti asuhan
mendapatkan santunan beliau. ( halaman 294)
-
bijaksana
Sikap bijak
Gus Mu’ali inilah yang sangat disukai warga masyarakat (
halaman 247)
-
baik
“ Maaf, kalau tidak sempat menyuguhi apa-apa buat
kalian. Hanya air putih saja. Silahkan diminum.”(
halaman 113)
6.
Asrul
-
perhatian
“Rus, kok kamu pucat seperti itu?”(
halaman 127)
-
pintar
Asrul mencoba menerapkan pola pendidikan yang lebih modern.(
halaman 380)
7.
Nikmah
-
baik
“ Anggap saja ini adalah rumahmu. kamu jangan
sungkan. Sekarang kau adalah saudara kami”(
halaman 226)
-
setia kawan
Hanya Nikmah saja di asrama itu yang menjadi teman
berbaginya. Ya, hanya Nikmalah sahabat
bahkan sudah seperti saudara sendiri. memang antar keduanya telah bersahabat
sejak kecil. Namun antar keduanya dahulu masih terpisah oleh sebuah keyakinan.
( halaman 223)
8.
Pa Tabah atau ayah rusli
-
tidak mengiraukan gosip
Semula ayah Rusli tidak memperdulikan desa-desus
perselingkuhan istrinya, perempuan yang melahirkan Rusli. Ia berkeyakinan bahwa
istrinya adalah istri yang baik, istri yang selalu mempertahankan kehormatan
rumah- tangganya.( halaman 150)
-
baik, alim
“ Sebentar … kayanya benar juga. Tapi apa mungkin?
Bukankah ia terkenal sebagai orang baik-baik. Orang alim.”(
halaman 166)
9.
Rukmi atau ibu rusli
-
berkhianat
Pa Tabah
menyeret istrinya keluar rumah. Ia sama sekali tidak memperdulikan lelaki yang
telah merusak pagarayu orang lain itu. Rasa tak percaya pada kabar miring dari
tetangga tebukti salah. Tumpah. Kepercayaannya terhadap kesetiaan yang utuh
pada cinta suci, yang ia bangun sejak awal merajut rumah–tangga, kini telah
runtuh. Luluh bersama kepahitan yang nyeri.”(
halaman 152)
10.
Bu Miatun atau nenek rusli
-
perhatian
Sepanjang perjalanan pulang dari rumah anak dan
menantunya, hati Bu Miatun makin gelisah. Pikirannya semakin tidak menentu. Duh
Gusti ,mogo-mugo ora ono opo-opo karo anakku.(
halaman 165)
11.
Pa Bari atau kakek rusli
-
perhatian
“ Memangnya ada apa to, Bu? ”(
163)
12.
Ema atau ibu asrul
-
perhatian
“ Kenapa kamu pulang? Apakah sudah selesai
ngajinya?” ( halaman 379)
13.
Pa Harto atau ayah tiri rusli
-
pemarah
“ masak, sudah diajari berulang-ulang kamu tidak
bisa-bisa juga. makannya belajar! Jangan banyak mainnya. Bapak nganti jengkel
ngrasakne anakmu, Le.”( halaman 180)
14.
Bu Sirroh atau ibu nikmah
-
perhatian
“ Eh, Neng. Ternyata Eneng cantik juga kalau
berbusana demikian.”( halaman 215)
15.
Qibtiyah
-
perhatian
“ kenapa wajahmu jadi kusut seperti itu? Kamu ada
masalah ya? Atau sedang sakit?”( halaman 309)
16.
Kiyai Latif
-
perhatian
Memahami bahwa kondisi badan tamunya letih, maka
Rusli dipersilahkan istirahat terlebih dahulu. Karena di tempat itu adalah
pondok putri maka untuk beberapa saat selama bertamu, Rusli dipersilahkan
menginap di kediaman Kiyai Latif. ( halaman 286)
17.
Kiyai Aziz
-
pendendam
Ada rasa tidak suka
dalam diri Kiyai aziz atas pencalonan Gus Mu’ali tersebut. Rasa tidak suka itu
karena di samping sama- sama seorang tokoh agama, rasa tidak suka yang lain
adalah karena masih adanya dendam yang masih tertimbun.”
18.
Mama sukma
-
bijaksana
“ Jika memang itu sudah menjadi keputusanmu. Mama
tidak melarangmu. Asalkan segala resiko kamu yang mempertanggungjawabkan.”(
halaman 222)
19
. Kiyai Muhsin
-
suka melanggar perintah agama
“Muhsin…Apa-apaan kamu ini?” bentak sang
Kiyai.”Santri kurang ajar. Gak weroh toto adab. Bocah ra duweni dugo. Santri
klejingan,kewe. Su’ul adab kowe yo..!”
( halaman 51)
20.
Subhan
-
menyalahgunkan ilmu
kedigdayaan itu ternyata disalah-artikan oleh Subhan
( halaman 81)
21.
Sohib
-
liwath
Spontan wajah
Sohib memucat menahan rasa malu. ia hanya diam tak menjawab. Kemudian ia
segera keluar kamar dengan wajah tertunduk (
halaman 130)
22.
Lisa
-
liwath
Mereka berdua ketangkap basah sedang liwathan di
kamar mandi ( halaman 135)
23.
Heni
-
liwath
Mereka berdua ketangkap basah sedang liwathan di
kamar mandi ( halaman 135)
24.
Hasyim
-
perhatian
“
Sekarang kamu istirahat saja disini. Jangan sungkan! Anggap rumah sendiri. Kamu
sudah makan?” Tanya Hasyim ( halaman 42)
25.
Paijo
-
baik
Jika kami mau membeberkan rahasia itu maka hancurlah
Kiyai Aziz. Tapi, kami tidak mau gegabah. Kami tak ingin mencoreng nama baik
Kiyai. Kami tak ingin hanya karena kesalahan sedikit saja akan memperburuk
keadaan. ( halaman 256)
26.
Maesaroh
-
fanatik
“
Boleh, sih boleh…Tapi berawal dari itu akan berakibat fatal. Awalnya
perkenalan. Lalu, ngobrol ngalor-ngidul setelah itu pegang-pegangan
dan…akhirnya zina.” jelas maesaroh ( halaman 287)
27.
Fiah
-
bijaksana
“
Eh, belum tentu begitu, Roh. Mungkin itu hanya sebagian kecil dari wanita yang
kegatelan saja. Belum tentu semua tuduhan itu benar,” fiah mencoba menjadi
penengah. ( halaman 287)
28.
Kang Jalal
- Kamu
itu sudah hitam, giginya gondrong, sukanya main. terus kapan pintarnya?” Di
pesantren tersebut Kang Jalal memang sangat ditakuti para santri junior,
terlebih wataknya yang keras menjadikan ia makin ditakuti
(
halaman 32)
29.
Hardi
-
Pasrah
Kang Jalal menggojloki Hardi yang masih
baring-baringan di lantai masjid. Mendengar semua itu Hardi hanya diam saja
tanpa banyak omong. ( halaman 32)
30.
Salman
-
pintar beralasan
“
Aku gak sengojo. Kang. Soale pas wayah iku aku lagi diutus Pak Yai angkat
lemari,” Salman beralibi menghindari tuduhan. ( halaman 33)
31.
Sohir
-
Suka Menebak
“
Kamu ngintip ya?” timpal Sohir, santri asal Jawa Barat. ( halaman 33)
32.
Soleh
-
usil
“
Itu anak baru ya?” Bisik Soleh pada Ridwan
“
Iya, memangnya kenapa?”
“
Sikapnya dingin sekali. Acuh sekali orangnya. Sok cuek dia. Coba perhatikan!”
( halaman 70)
33.Ridwan
-
baik
Maklumlah. Namanya juga santri baru. Lagian dia juga
belum banyak kenalan disini. Kenapa kita mesti rebut-ribut soal itu?”
( halaman 70)
34.
Burhan
-
suka bercanda
“
Eh kok kamu ikut? Kamu kan tidak masuk hitungan?” tegur burhan pada Fadli.(
halaman 72)
35.
Fadli
- mudah tersinggung
“
Ah, kamu itu sok formalis.” timpal Fadli pada Burhan dengan mimik kecewa. (
halaman 72)
36.
Firman
-
suka mengkhayal
“ Kapan saya jadi orang besar?”
celoteh firman sambil menggeleng-geleng kepala. ( halaman 73)
37.
Togar
-
suka makan
“
Kenyang sudah aku ini,” Togar berbisik pada Fandi. Santri yang sama-sama
berasal dari Batak. keduanya tampak begitu menikmati hidangan yang tersaji
bahkan kalau dipersilahkan untuk nambah,mungkin satu piring lagi akan mereka
habiskan juga. ( halaman 75)
38.
Fandi
-
suka makan
“ Kenyang sudah aku ini,” Togar berbisik pada Fandi.
Santri yang sama-sama berasal dari Batak. keduanya tampak begitu menikmati
hidangan yang tersaji bahkan kalau dipersilahkan untuk nambah,mungkin satu
piring lagi kaan mereka habiskan juga.
( halaman 75)
39.
Ahmad
-
suka ingin tahu
“
Eh binat-nya berapa? Tanya Ahmad pada Romli sambil menyikut lengannya. (
halaman 75)
40.
Romli
-
berbicara seperlunya
“
Duapuluh ribu,” sambil memegangi amplop berwarna putih yang hampir tenggelam
dalam sakunya.( halaman 75)
41.
Sobrun
-
perhatian
“
Rus geus dahar teu?
Karena
merasa bingung dan tidak paham dengan bahasa pengantar yang digunakan Sobrun,
yang dapat Rusli lakukan hanya mengangguk. Ketika pertanyaan itu diulang untuk
kedua kalinya, dan dengan disertai penjelasan tentang maksud kalimat tersebut,
barulah ia paham.( halaman 78)
42.
Hamdi
-
baik
“ Di tempat ini tidak ada yang namanya senior
maupun junior, semua sama,” kata Hamdi ketika Rusli mencoba tukar pengalaman
dengannya, yang kebetulan adalah teman satu kamar. ( halaman 79)
43.
Laila
-
usil
“
Eh, Roh. Kamu kenapa? Dihukum lagi ya?” ledek Laila pada Firoh .” Kasihan deh
lo…” ( halaman 97)
44.
Firah
-
mudah insaf
Akhirnya jera
juga gadis yang bernama Firoh itu. Ia menyesal. Ia ingin memperbaiki diri, baru
nanti setelah ia mantap hati dan telah menemukan jodonya maka ia akan
memberikan keseluruhan jiwanya secara total.
( halaman 97)
45.
Alif
-
pemarah
“ Dari mana kamu tahu, Rus?”
“
Ada deh…”
Sambil
sungut-sungut, Alif meninggalkan kamar. Entah marah atau apa, yang jelas ia
menapakkan ekspresi wajah yang tidak suka.
( halaman 278)
46.
Rokib
- sinis
Tepat
jam dua malam, Rusli dibangunkan Rokib.
“
Rus, bangun! Kamu ditunggu Faiz di dekat gudang,” sengit nadanya.
( halaman 278)
47.
Faiz
- pemarah
“
Apa kamu ingin dihajar!” gertak Faiz yang sudah geram.( halaman 280)
48.
Rina
-
perhatian
-
“ Rus…kamu sakit ya?”
“
Ti…ti…tidak…”
“
Kok, kamu gemeteran. Keluar keringat dingin lagi. Benar kamu nggak sakit?”
( halaman 195)
49.
Luluk
-
penasaran
“ Siapa tadi?” Tanya Luluk mencoba diulang ucapan
yang baru meletup dari bibir Fatimah.(
halaman 288)
50.
Nida
-
suka curhat
“ Bu…bagaimana saya harus menghadapi keluargaku jika
sudah begini,” Tanya Nida suatu hari.
( halaman 101)
51.
Muslih
-
berbicara seperlunya
“ RUSLI, kamu dipanggil Pak Kiyai. Penting!” seru
Muslih. ( halaman 107)
52.
Habib
- suka bertanya
“
Fid, apa artinya” telong wulan” itu?” Tanya Habib, santri asal Pontianak
“
artinya” tiga bulan”. memang kamu belum paham, ya?” sergah Mufid
( halaman 115)
53.
Mufid
-
baik
“
Fid, apa artinya” telong wulan” itu?”
Tanya Habib, santri asal Pontianak
“
artinya” tiga bulan”. memang kamu belum paham, ya?” sergah Mufid
( halaman 115)
54. Azwardi
-
suka bertanya
Azwardi menanyakan arti dari kalimat dalam bahasa
Jawa yang tidak ia ketahui. Namun jawaban yang ia terima bukan jawaban yang
seharusnya ia dapatkan.
(
halaman 117)
55.
Siti
- perhatian
“
Kasihan juga mereka berdua. Sudah jauh-jauh datang dari Bandung, eh…malah
dipulangkan dengan cara tidak hormat, Aib. Kasihan betul mereka berdua…” bisik
Siti pada Fatma. mendengar itu Fatma hanya tersenyum getir
.(
halaman 138)
56.Mahfur
- suka bertanya
“
Rus, nanti kalau kamu sudah besar, kamu mau jadi apa?” Tanya Mahfur suatu
kali?. ( halaman 177)
57.
Anto
-
suka menyuruh
“
Rus, boleh aku minta tolong?”
“Minta
tolong apa?”
“
Tolong berikan buku ini pada Rina!.”
Degh!
( halaman 193)
58.Reni
- baik
O iya…Ini Reni teman sekamarku.”
mengulurkan tangan kembali. berjabat tangan. Sebut
nama. Rusli
manyun
(
halaman 208)
59.
Bu Sirroh
-
baik
Nama depan Sukma, yang dulu dipanggil Agnes itu,
adalah pemberian dari ibu Nikmah. ( halaman 215)
60.
Sugeng
- rela berkorban
Mendapat ancaman demikian Sugeng dan Muktar menjadi
menggigil takut. Meski tidak terlalu parah luka yang mereka alami namun luka
memar akibat tonjokan di pelipis dan juga lambungnya yang terasa nyeri tertohok
pukulan sudah membikin bibir mereka nyinyir menahan nyeri berbalur darah.
( halaman 258)
61.
Muktar
-
rela berkorban
Mendapat
ancaman demikian Sugeng dan Muktar menjadi menggigil takut. Meski tidak terlalu
parah luka yang mereka alami namun luka memar akibat tonjokan di pelipis dan
juga lambungnya yang terasa nyeri tertohok pukulan sudah membikin bibir mereka
nyinyir menahan nyeri berbalur darah. ( halaman 258)
62.
Lukman
-
perhatian
Sementara, Lukman bersiap untuk ikut membonceng di
sepeda Rusli. Sementara Rusli, sudah tentu anda tahu. Singkatnya, Lukman
bertukar posisi dengan dewi
.( halaman 273)
63.
Fatma.
-
penakut
Baginya kamar kecil itulah yang paling nyaman dan
dekat dengan kamar tidur yang banyak orang. Ia berpikir jika nanti ada apa-apa,
mudah baginya untuk teriak, dan mudah didengar orang.
( halaman 133)
64
Kiyai Husen
- perhatian
“
Kenapa mukamu memar begutu, Rus?” Tanya Kiyai Husen ketika mengajarkan kitab
Jurumiyah, ba’da shalat Shubuh.( halaman 282)
2.1.3
Jenis Tokoh
F Ditinjau
dari Segi Keterlibatan dalam Keseluruhan Cerita
a.
Tokoh Sentral
-
Tokoh utama : Rusli paling banyak diceritakan daripada tokoh lain, seperti(35
s/d 44, 45, 46, 71 s/d 83)
- Tokoh utama yang tambahan : Sukma (88, 102,
340, 343) dan Fatimah (108, 121, 122, 286, 309 , 312, 349, 351)
- Tokoh tambahan yang utama : Kiyai Mahfud (
30, 61, 322, 231) dan Gus muali ( 113,
244, 247,294)
b.
Tokoh tambahan: Nikmah (208), Asrul (127), Hasyim (42), Paijo (256), Kiyai
Latif (286), Qibtiyah (309), ema (379), Maesaroh(287), Fiah(287), Subhan(79),
Kang Jahal (32), Hardi (32), Salman (33), Sohir (33), Soleh (70), Ridwan (70),
Burhan (72), Fadli (72), Firman (73), Togar (75), Fandi (75), Ahmad (75), Romli
(75), Sobrun (78), Hamdi (79), Laila (97), Firah (97), Nida (101), Muslih
(107), Habib (115), Mufid(115), Azwardi (117), Siti (138), Fatma (133), Pa
Tabah (150), Rukmi (152), Pa Harto (152), Pa Bari (163), Bu Miatun (165),
Mahfur (177), Anto (197), Rina (195), Reni (208), Bu Sirroh (215), Kiyai Aziz
(243), Sugeng (258), Muktar (258), Lukman (273), Kiyai Husen (282), Alif (278),
Rokib (278), Faiz (280), Maesaroh (287), Luluk (288). ibu sukma ( 222).
F Ditinjau
dari Segi Watak atau Karakternya
a.
Tokoh Sederhana atau Tokoh Datar
1.
Kiyai Muhsin: suka melanggar perintah agama
2.
Subhan: menyalahgunkan ilmu
3.
Sohib: liwath
4.
Lisa: liwath
5.
Heni: liwath
6.
Pa Harto: kaya, jahat
7.
Pa Tabah: alim, mudah terhasut
b.
Tokoh Kompleks atau Tokoh Bulat
1.
Rusli : familiar, cakap dan mudah bergaul
2.
Sukma: penuh wibawa, dewasa
3.
Fatimah : patuh, tenggang rasa
4.
Kiyai Mahfud: bijaksana, qonaah
5.
Gus Mu’ali: berjiwa sosial
F Dilihat
dari Identitas Tokoh Cerita
a.
Tokoh Beridentitas Jelas
Rusli,
Sukma, Fatimah, Kiyai mahfud, Gus Muali, Asrul, Nikmah
b.
Tokoh Beridentitas Tidak Jelas
pa
lurah, pa rt, pa kiyai,pa lek, romo yai, bu nyai, mentri agama, kaka sukma,
istri kiyai aziz, ayah sukma, aku, pemuda itu, kang, guru ngaji.
F Dilihat
dari Fungsi Penampilan Tokoh
a.
Tokoh Protagonis
Rusli,
Sukma, Fatimah, Kiyai mahfud, Gus Muali, Asrul, Nikmah
b.
Tokoh Antagonis
Kiyai
Aziz, ayah sukma, kaka sukma
F Dilihat
dari Segi Berkembang Tidaknya
a.
Tokoh Statis
Rusli,
Kiyai Mahfud, Gus Muali, Asrul
b.
Tokoh Berkembang
Sukma
dan Fatimah
F Dilihat
dari Pencerminan Tokoh Kehidupan Nyata
a.
Tokoh Tipikal
Kiyai
Mahfud, Gus Muali, Rusli, Sukma
b.
Tokoh Netral
Subhan,
Lisa, Heni
2.1.4
Teknik Penyajian Tokoh
F Teknik
Analitik
1. Bagi
penduduk Kampungkuning, mengaji merupakan kebutuhan pokok ruhani mereka setiap
hari. Hal ini mereka jadikan sebagai usaha menyeimbangan urusan dunia dan
akhirat. Biasanya, sehabis shalat mereka akan selalu menyempatkan diri untuk
membaca ayat-ayat suci meski hanya
beberapa ruku’ saja bagi mereka yang
telah khatam kitab iqro’. Namun bagi mereka yang telah fasih dalam melafalkan
ayat-ayat suci, jika berkehendak, akan meluangkan waktu untuk sema’an guna
lebih memperdalam pemahaman mereka terhadap keindahan , misteri luar biasa
serta makna tersembunyi al-Qur’an yang merupakan rahasia Tuhan. (halaman
25)
2. Inilah
perbedaan yang bisa dilihat antara pendidikan formal dengan pendidikan
pesantren. Jika dalam pendidikan sekolah lebih menonjolkan muatan-muatan ilmu
umum (amiyyah) maka di dalam pondok pesantren adalah ilmu agama (diniyyah).
Metode pengajaran yang dilakukan juga berbeda. Kalau sekolah umum metode
tersebut disampaikan berdasarkan pada kurikulum, tidak demikian halnya dengan
di pesantren. Metode di pesantren mengharuskan para santri untuk
meng-khatam-kan kitab yang sedang di kaji. Sehingga kajian yang dilakukan tidak
‘ melompat’ dari satu sumber ke sumber lain. Metode di pesantren tersebut
disampaikan secara sorogan dan Bandongan.( halaman 26)
3. “Hai,
siapa yang membawa sandalku?”
Ribut-ribut
itupun tak juga selesai meski Pak Sopir
sejak tadi sudah merasa jengah menunggu. Yang
merasa sudah mendapat sandal tenang tanpa perduli dengan mereka yang
belum dapat jatah sandal.( halaman 71)
4. Prosesi
perkenalan itu berlangsung dengan lancar. Satu persatu semua yang ada di
ruangan menyebutkan nama-nama mereka. Ada juga yang berbisik-bisik pada teman
yang ada disampingnya. (halaman 124)
5.
Pa Bari dan Bu Miatun hanya butuh waktu
satu setengah jam jalan kaki untuk sampai di rumah keluarga pak Tabah, putra
mereka. Namun suasana sunyi terlihat. Hanya titik-titik air dari talang yang
terdengar menetesi ember. (halaman 164)
F Teknik
Dramatik
a.
Teknik Naming
1.
Nama-nama orang di Jawa : Paijo, Sugeng, Bu Miatun, Pa Bari, Sobrun
2.
Panggilan di Jawa: pa lek, mbok
3.
Jabatan orang di pesantren: pa kiyai, romo yai, santri, santriwati.
b.
Teknik Cakapan
1. “
Itu anak baru ya?” Bisik Soleh pada Ridwan.
“
Iya, memangnya kenapa?”
“
Sikapnya dingin sekali. Acuh sekali orangnya. Sok cuek dia.
coba perhatikan!”
“
Maklumlah. namanya juga santri baru. lagian dia juga belum banyak kenalan
disini. Kenapa kita mesti ribut-ribut soal itu?
Ridwan
dan Sholeh terus saja berbisik-bisik seakan tak perduli dengan materi yang
disampaikan oleh Kiyai Mahfud.( halaman 70)
2.
“
Bagaimana, sudah dapat?”
“
Sudah.”
Orangnya
bagaimana?”
“Pokonya
memuaskan.”
Akhirnya
malam itu Subhan menjadi’ guru spiritual.’dalam pergumulan uji coba ilmu kanuragan.(
halaman 84)
3.
“ Rusli, kamu dipanggil Pak Kiyai.
Penting!” seru Muslih.
“
Sekarang?”
“
Besok! ya, sekarang lah! Gimana sih kamu?”
“
Ada apa, Lih?” Rusli mencari tahu mengapa dia diminta untuk segera menghadap
Kiyai Mahfud.( halaman 107)
4.
“ Rus, besok tolong antarkan Fatimah ke rumah sakit untuk membelikan
obat buat Bu Nyai.”
“
Bu Nyai sakit apa?”
“
Belum tahu sakitnya apa. Cuman ada keluhan sakit perut. Aku memintamu untuk
mengantarkan Fatimah karena jarak rumah sakit terlalu jauh. maklum si Fatimah
belum bisa naik motor, makanya aku menyuruhmu mengantarkan”(
Halaman 119)
5.
“ Fat, kenapa Abahmu selalu memintaku dalam segala urusa beliau?”
“
Memangnya kenapa?” Apa kamu tidak suka .”
“
Bukan begitu. tapi aku merasa tidak enak dengan santri-santri lain. Padahal
santri lain juga bisa melakukan itu.”(
halaman 121)
c.
Teknik Pikiran Tokoh
1.
“ Kasihan juga ya mereka berdua . Sudah
jauh-jauh datang dari Bandung, eh…malah dipulangkan dengan cara tidak hormat.
Aib. Kasihan betul mereka berdua…” bisik Siti pada Fatma. mendengar itu Fatma
hanya tersenyum getir.
(
Halaman 138)
2. “
Apa kamu yakin?”
“Yakin,
Kang. Pasalnya aku sangat kenal baju yang ia kenakan.”
“
Hei…yang namanya kain dan baju itu banyak yang sama. Belum tentu orang itu yang
kau maksud.”
“
Memang. Tapi dari ciri-ciri fisiknya aku juga kenal. Coba bapak
ingat-ingat sendiri, bukankah dia adalah
guru ngaji di desa kita?
“
Sebentar…kayaknya benar juga. Tapi apa mungkin? Bukankah ia terkenal sebagai
orang baik-baik. Orang alim.” ( halaman 166)
3.
“ Jangan terlalu memujiku, Nik!”
“
Aku serius, ma…’
“
Aku juga tak mengerti mengapa bisa demikian?
Aku
bersyukur karena bisa diberi kelebihan dalam menjalani anugerah tersebut,” ucap
sukma bersahaja. ( halaman 344)
4.
“ Dasar, Fatimahnya saja yang kegatelan…”
“
Sudah!Sudah. Tidak baik ngomongin orang. Lebih baik lanjutkan saja kerjaan
kalian. Tuh, Masih banyak kentang dan buncis yang belum dikupas. Ayo cepat!
Tamu undangan udah makin banyak berdatangan.”
( halaman 353)
5.
“ ehmmm…” lenguh mulut gadis itu membuyarkan suasana. Terlintas dalam
pikirannya sesuatu yang jalang, syur, dan entahlah, yang jelas secara reflex
menegangkan sesuatu yang teramat ia jaga.( halaman 86)
d.
Teknik Arus Kesadaran
1.
oh, cinta. Manis kurasa ketika awal kau
menyapa. Harapku, kemanisan ini tak jadi kepahitan yang pilu. Tak kuasa hati
ini menahan nyeri. Tahukah kau bahwa ku tak sanggup ungkapkan rasa ini? (
halaman 213)
2.
Kalaupun suara Sukma selalu terngiang di
benakku, itu hanya pengantar jiwaku mencari makna semata, bukan yanag lain.
Syirik namanya. Tidak! Aku tidak mau jika terdampar pada sebuah pemahaman yang
demikian. Aku tak mau larut dalam suasana. Tapi, benarkah dari semua itu telah
tumbuh sepucuk cinta di hatiku pada hamba-Nya yang bernama Sukma? ( halaman
149)
3.
“ Oh, Tuhan Betapa naifnya aku. Betapa aku telah menjadi manusia yang
lalai dari tanggungjawabku sebagai hamba-Mu, aku yang telah begitu jauh menapak
dalam gelimang naïf, meniti nikmat dalam wajah-wajah dosa,” getirnya dalam
hati.( halaman 146)
4.
Tuhan, salahkah aku menafikan cinta?
Mengapa kian lama aku berusaha melepaskan serta menjauhi rasa itu, aku semakin
tak kuasa? Bahkan menjauhi rasa itu, aku semakin tak kuasa? Bahkan semakin
lemah. aku bahkan tak bisa melepaskan semua ini, Tuhan. Kenapa aku selalu
merindukan suaranya tiap malam-malamku sehabis aku bermunajat kepada-mu? (
halaman 191)
5.
“ Andai engkau tahu betapa gelisahnya
hati ini memikirkanmu, mungkin kau takkan sanggup merasakan betapa besar rasa
cinta ini padamu. Jika kau tahu sedari awal, bahwa aku telah jatuh cinta padamu
mungkin kau takkan sanggup membalasnya, dan tentunya, kau sudah berada disini
dan dengan keberanianku pula kan kuberikan apa yang menjadi milikku padamu.
Karena itu adalah bukti bahwa itulah cintaku, itulah ketulusanku yang tak
ternoda. ( halaman 306)
e.
Teknik Perbuatan Tokoh / Teknik Tingkah Laku
1.
Setiba di kamar, Rusli langsung
merebahkan tubuhnya. Darah di otaknya menggerutu ke sekujur tubuh. Lelah
menjakit. ( halaman 277)
2.
Meski sempat terkena pukulan yang
dilontarkan Faiz, namun Rusli tetap berusaha mempertahankan diri. Ia tetap
berusaha melawan musuh-musuhnya dengan sisa tenaga yang ada. ( halaman 281)
3.
“ Kamu mimipi buruk ya? “ dengan lembut tangan kanan Fatimah membelai
rambut Qibtiyah. “ Coba ceritakan padaku, Qib! Apa yang sedang kau impikan.”
( halaman 311)
4.
“ Mak…Mak?! belum juga ada jawaban. Asrul
telah mencoba mencari Emaknya kemana-mana. Di teras, kamar, halaman belakang
dan juga halaman depan namun tak juga ia bersua dengan Emaknya.( halaman
374)
5.
Sebelum jasadnya tiba di rumah sakit ia telah menghembuskan nafas terakhirnya.
Akhirnya ia dimakamkan di dekat pusara istri pertamnya.( halaman 378)
f.
Teknik Sikap Tokoh
1.
“ Saat ini memang bangsa kita sedang
mengalami dis-orientasi. Bangsa kita telah kehilangan kepercayaan pada sirinya
sendiri. Kita seperti dicetak menjadi
mesin-mesin buruh kapitalis. Kita juga sepertinya dicetak menjadi bangsa yang
konsumtif. Sudah tahu kondisi perekonomian makin sulit masih juga membeli
barang-barang elit. Terlalu mudah kepincut, iming-iming produk mewah. Bahkan
untuk hal yang demikian sampai rela kredit barang. Yang lebih parah demi
kebutuhan itu sampai-sampai harus ngutang sana-sini. memang aneh, Man, Negeri
kita ini…” sambil mengelus-elus jenggotnya yang keriting panjang.
(
halaman 249)
2.
“ Sekarang , kamu coba pulang dulu dan
langsung temui ibu. Mungkin semua kegelisahanmu akan terobati.”
Liku-liku
kehidupan memang di luar pengetahuan manusia, Manusia hanya bisa mengikuti
irama hidup, menggali makna, memetik hikmah hingga tercipta kedewasaan berpikir
dalam menjalani hidup tersebut.
Masalahnya yang dihadapi oleh nida dengan
keluarganya sebenarnya tidaklah terlalu
pelik. Hanya saja jika masalah itu dibiarkan, maka akan mengganggu juga.(
halaman 102-103)
3. “ Nida. Hidup itu urusan Allah. Jodoh,
hidup-mati itu semua hanya Allah saja yang tahu. Belum tentu apa yang kamu
inginkan itu akan baik bagimu kelak.
belum tentu juga yang menjadi keinginan orang tuamu
akan buruk bagimu nanti. sekarang coba kamu pasrahkan diri pada ketentuan
Allah. Yakinkan hatimu bahwa Allah akan membimbing dan menunjukan jalan terbaik
bagimu. Allah tidak akan menelantarkan hamba-Nya. percayalah, Nid!”
( halaman 104)
4. “
Aku tahu kamu mempunyai kemampuan dalam hal itu. Maka aku memilihmu untuk
menjadi pengganti ustadz di pondoknya Gus Mu’ali karena ustadz yang dahulu
sedang pulang kampung karena dia ingin menikah. Dan, kemungkinan besar ia tidak
akan kembali lahi mengajar.(halaman 109)
g.
Teknik Reaksi Tokoh Lain
1. “
Ia sering datang kemari dan sering kali mengeluhkan nasibnya. Bisa makan sekali
dalam sehari saja mereka sudah hutang. kemudian saya Tanya pada dia, ‘Lha, gaji
bulanan sampeyan apa tidak cukup?’ Tahu apa jawabanya? Jawabana,’ sudah habis
untuk bayar utang, Gus. Belum sempat sehari di tangan, gaji tersebut sudah
harus buat nutup utang. lebih enak menjadi pegawai swasta saja, Gus. Jadi
pegawai negeri sama melaratnya dengan petani. Bahkan hidup makin sengsara.’
Mendengar itu saya trenyuh. Sempat terpikir oleh saya akan nasibnya. (
halaman 246)
2. “
Eh. itu kan santri yang kemarin membaca tilawah pada Haul kiyai Romo?”
“
Iya, ya? kenapa dia sampai disini?”
“
Pasti dia diminta menggantikan Ustadz Faiz.
Mungkin juga dia kesini atas permintaan Gus Mu’ali.”
(halaman 124)
3.
“ Fat, kenapa Abahmu selalu memintaku dalam segaala urusan beliau?”
“
Memangnya kenapa? Apa kamu tidak suka.”
“
Bukan begitu. Tapi aku merasa tidak enak dengan santri-santri lain. Padahal
santri juga bisa melakukan hal itu.”
“
Harusnya kamu bersyukur bisa mendapatkan kepercayaan dari Abah. belum tentu
orang lain bisa mendapat kepercayaan yang sama.”(
halaman 121)
4.
“ Sebenarnya, dari dulu aku sudah tahu kalau Akang menjadi miliknya.
Hanya saja aku diam. Tapi. oleh sebab kesalahanku dan juga egokulah yang telah
menghancurkan hubungan cinta akang dan Sukma. Aku merasa bersalah pada kalian
berdua. Kecerobohankulah yang menghancurkan cinta kalian. Mungkin jika dulu aku
tidak berterus-terang pada Sukma, mungkin Akang sudah hidup bahagai dengan
Sukma. Tapi…ia tersedu menitikan air matanya kian deras.”
(
halaman 349)
h.
Teknik Pelukisan Fisik
1.
“ Tapi wajah sampeyan kok lebam bahkan sampai memar seperti itu. Tadi
siapa, Kang?”
“
Mereka anak buah dari putra Kiyai aziz. Mereka mengancam jika mengadakan
kampanye di daerah mereka sekali lagi. Maka konsekuensinya akan lebih parah
lagi dari ini,” katanya sambil mendesis perih.(
halaman 258)
2.
LANTUNAN ayat-ayat suci itu menelusup
pada rongga-rongga telinga Rusli. Suara yang menyentuh gendang telinganya itu
terasa lembut bak kain sutra. Mendayu merdu. Elastis bibirnya melafalkan
bait-bait ayat suci dalam alunan bayati qoror. Seperti air yang mengalir dari
sebuah muara hening, menjadikan gulana jiwa tertunduk, tanpa kata.( halaman
145)
3.
Semua mimik yang hadir disana mendadak berubah pucat pasi. pengurus
yang mulai mengerti apa yang sedang terjadi sontak berang. Ingin memarahi.
bahkan jika perlu, menghajar pelaku liwath itu.( halaman 129)
4.
LANGKAH kaki itu menderap di atas jalan.
Busana santri yang dikenakan pemilik
langkah itu menambah wibawa yang mengagumkan. Senyumnya selalu megnembang
merebakkan pesona jiwa yang lungkrah. ia terus berjalan menapaki semilu-semilu
malam.( halaman 123)
i.
Teknik Pelukisan Latar
1. Tak
ada yang berubah dalam udara kamar itu. tetap saja hening yang senyap. lengang
nan sunyi
“Tapi,
apakah aku salah mencintainya? Terlampau jauhkah aku memahami semua ini. Apakah
aku terlalu berlebihan dan terlalu berharaf akan sesuatu yang tidak pasti?
( halaman 308)
2. Nafasnya
mengendus. Lirih. Dan, pijar lampu yang tergantung di bawah plafon coba untuk
terangi. perlahan ia mengeja.
Hening
di tengah gemuruh acara tasyakuran.
( halaman 200)
3.
Kemudian keduanya sarapan pagi bersama.
belum pernah Sukma makan bersama seperti itu di rumahnya, meski hanya berlaukan
sayur-mayur ala kadarnya, namun Sukma merasakan kelezatan tersendiri
dibandingkan ketika ia makan makanan ‘orang mewah’ yang hambar. Biasanya ia
sealalu makan sendirian di rumahnya. Kalaupun makan bersama itupun sangat jarang
sekali, terlebih kesibukan antar keluarganyalah yag tidak memungkinkan hal itu.
( halaman 234)
4.
Keheningan semakin merambah sunyi. Angin yang berhembus pada jendela
kamar semakin menjadikan tubuh ramping itu menggigil. Aliran darah semakin
terasa hangat menelusup pada pembuluh nadinya. Seakan-akan mencoba melawan
bekunya udara. Bola mata tak bisa terlena oleh hembusan angin yang mengajaknya
ke muara mimpi. Risau telah menjadikan mata terus terjaga (halaman 267)
5.
Gadis itu melangkah menuju pancuran. Ia
buka kran. Berkumur. membasuh mukanya. membasuh kedua tangannya. Ubun-ubunya.
Telinganya. kedua kakinya. Lalu, setelah usai, wajahnya menengadah ke atas
diidringi kedua tangannya pula
(
halaman 87)
2.2
Analisis plot dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam
2.2.1
Analisis Struktur Plot
F Tahapan
Awal-Tengah-Akhir
a. Tahapan Awal
-
Menceritakan keadaan Kampung Kuning
SENJA
tampak sayu di balik lipatan kabut. Suasana Kampungkuning tampak remang dan lengang, meski matahari belum sepenuhnya
tenggelam. Ia masih membiaskan
warna-warna mempesona, teduh memandikan jiwa yang sepi. Ketakjuban
memancar di antara lanskap yang kian tirus, berurai sendu. Ceracau burung yang
hinggap di atas dahan nan landai meriuhkan suasana. Di senjakala itu, langit
tampak mendung sembab. Burai, Kabut hitam-putih menyelimuti berbukitan yang
membuhul di antara celah-celah ranting pepohonan. Gerimis turun berlarik-larik
dari langit, seperti sekawanan anak panah yang di hujamkan ke perut bumi.(
halaman 21-22)
b. Tahapan Tengah
-
Menceritakan Rusli yang harus menikahi Fatimah
Seperti
petir menyambar. Kilatannya menyilaukan mata. Tubuh jenjang itu menggigil. Ia
tak kuasa menahan perih dan derai air matanya. Ia tertunduk lemah di tepi
ranjang. Di antara sayatan lukanya. ada ketabahan. Ia mahfum dengan apa yang
disampaikan Rusli dalam suratnya. Sukma tak berhaj mempersilahkan Rusli karena
memang suratan takdir telah berkata demikian. Ia tahu bahwa memang Rusli dalam
keterhimpitan keadaan yang menjadikan ia harus pasrah atas permintaan Kiyai
Mahfud. Sukma yakin bahwa suatu saat cinta dalam hatinya akan terus menyala.
( halaman 339 - 340)
c Tahapan Akhir
-
Menceritakn Meninggalnya Rusli
Asrul teringat mimpi yang baru saja ia
alami. setahun yang lalu, ia masih sempat melihat sahabatnya yang meninggal
karena kecelakaan. ketika itu Rusli baru pulang dari pengajian. kebetulan Rusli diminta sebagai penceramahnya. Karena
jaraknya yang cukupjauh, maka mau tidak mau ia harus naik kendaraan. Sepulang
dari mengisi pengajian itu mendadak di perempatan jalan, sepeda motor yang ia
kendarai di tabrak truk yang mengangkut beras dari Surabaya. Kecelakaan itu
sangat fatal sekali. Rusli mengalami pendarahan di otaknya. kakinya patah
karena terlindas ban truk. ( halaman 37)
F Tahapan
Lain
a.
Tahap Situation
-
Menceritakan kesanggupan Rusli untuk menikahi Fatimah
SENJA
tampak sayu di balik lipatan kabut. Suasana Kampungkuning tampak remang dan lengang, meski matahari belum sepenuhnya
tenggelam. Ia masih membiaskan warna-warna
mempesona, teduh memandikan jiwa yang sepi. Ketakjuban memancar di antara
lanskap yang kian tirus, berurai sendu. Ceracau burung yang hinggap di atas
dahan nan landai meriuhkan suasana. Di senjakala itu, langit tampak mendung
sembab. Burai, Kabut hitam-putih menyelimuti berbukitan yang membuhul di antara
celah-celah ranting pepohonan. Gerimis turun berlarik-larik dari langit,
seperti sekawanan anak panah yang di hujamkan ke perut bumi.( halaman
21-22)
b Tahap Generating
-
Menceritakan Rusli yang harus menikahi
Fatimah
“ Ada apa gerangan Kiyai memanggil sya?”
“ Begini Rus. Aku ingin menanyakan sesuatu
padamu.
“ Masalah apa kiyai?”
“ Sekarang ini kamu sudah punya kekasih
belum?”Sontak Rusli terperanjat. Terasa aneh di hati Rusli mendengar hal tiu.
Jelas-jelas di pondok pesantren mengharamkan pacran , tapi, kenapa justru Pak
Kiyai sendiri yang bertanya akan hal tiu? Di antara kejujuran dan dusta telah
menyatu pada busur kalimat yang akan ia ucapkan, Namun, ada keraguan yang
menelusup. apakah Kiyai tahu kalau aku berpacaran dengan Sukma? Kalaupun tahu
dari siapa? Jika memang Kiyai tahu aku berpacran dengan Sukma pasti aku akan di
ta’dzir hari ini. nyatanya Pak Kiyai bertanya demikian. ah, gawat! aku pasti
akan mendapat hukuman. gumam Rusli.
“ Be…belum Kiyai…”
“ Jangan bohong Rus! aku tahu kalau kamu
sudah punya pacar, ya to?”
Degh!
“ Be… Be …belum kiyai… Saya belum punya
kenapa Kiyai bertanya demikian?” nadanya cemas.Mimiknya pucat-pasi. Gugup.
“ Aku ingin Tanya padamu. Apakah kamu suka
sama Fatimah?”
Ada rasa heran dengan pertanyaan yang
diajukan oleh Kiyai MAhfud. Ia bingung harus menjawab apa.
“ Rus, ditanya kok malah diam…”
“ I…iya Kiyai. Sa…saya suka Fatimah Bahkan
dia sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri…”terbata-bata Rusli menjawab di
luar kesadarannya.
“ Maksudku, bukan suka yang demikian…” kata
Kiyai Mahfud mencoba menjelaskan.
Rusli mengernyitkan jidat.
“ Maksudku, apa kamu mencintai Fatimah?”
Rusli tak mampu menjawab pertanyaan itu.
Karena ia takut jawabannya justru akan berbuah murka. Ia hanya tertunduk berat.
Dalam hati ia ingin mengatakan tidak, namun demi menghormati Kiyai maka jalan
satu-satunya hanyalah diam.
(
halaman 329-331)
c.
Tahapan Rising
-
Menceritakan Rusli yang harus menikahi Fatimah
Seperti petir menyambar. Kilatannya
menyilaukan mata. Tubuh jenjang itu menggigil. Ia tak kuasa menahan perih dan
derai air matanya. Ia tertunduk lemah di tepi ranjang. Di antara sayatan
lukanya. ada ketabahan. Ia mahfum dengan apa yang disampaikan Rusli dalam
suratnya. Sukma tak berhaj mempersilahkan Rusli karena memang suratan takdir
telah berkata demikian. Ia tahu bahwa memang Rusli dalam keterhimpitan keadaan
yang menjadikan ia harus pasrah atas permintaan Kiyai Mahfud. Sukma yakin bahwa
suatu saat cinta dalam hatinya akan terus menyala. ( halaman 339 - 340)
d. Tahapan Climax
- Menceritakan
rumah tangga Rusli dan Fatimah
Sudah satu tahun Rusli mengarungi kehidupan rumah-tangga.
Entah kenapa, meski hidup serumah dengan Fatimah, hatinya selalu berada dalam
dekapan Sukma. apakah ia tidak setia pada Fatimah? Tidak juga. Ia hanya tak
bisa melupakan Sukma. Bukan berarti ia ingin selingkuh, atau berkhianat. Namun
atas dasar tulus sucinya cinta. Rusli mengaku bahwa keduanya sama-sama cantik,
sama-sama bisa mengerti keadaan Rusli, namun ia tidak ma uterus-menerus
terombang-ambing perasaan, mendustai cinta yang dulu pernah tersulut di antara
mereka berdua. bahkan berarti pula ia tidak mencintai Fatimah. Ia sangat cinta
padanya. Karena, bagaimnapun juga, Fatimah adalah istrinya. Amanah tuhan yang
harus ia jaga.( halaman347)
e. Tahapan Denouement
-
Menceritakan Meninggalnya Rusli
Asrul teringat mimpi yang baru saja ia
alami. setahun yang lalu, ia masih sempat melihat sahabatnya yang meninggal
karena kecelakaan. ketika itu Rusli baru pulang dari pengajian. kebetulan Rusli diminta sebagai penceramahnya. Karena
jaraknya yang cukupjauh, maka mau tidak mau ia harus naik kendaraan. Sepulang
dari mengisi pengajian itu mendadak di perempatan jalan, sepeda motor yang ia
kendarai di tabrak truk yang mengangkut beras dari Suabaya. Kecelakaan itu
sangat fatal sekali. Rusli mengalami pendarahan di otaknya. kakinya patah
karena terlindas ban truk. ( halaman 378)
2.2.2
Analisis Jenis Plot
1.
Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu
Termasuk plot campuran karena
novelnya mengandung plot maju dan plot mundur
-
Plot Mundur
1.
Kisah SMA Rusli
Rusli
mengantarkan Fatimah ke jombang naik bus-di dalam bus Rusli menceritakan
kisanya waktu SMA.
2.
Kisah SMA Sukma
Rusli
mengatakan cinta pada Sukma – lalu menarawang masa lalunya
3.
Kisah Kiyai Muhsin.
Rusli
datang ke rumah Kiyai Mahfud – lalu Kiyai mahfud menceritakan masa lalu Kiyai
Muhsin.
4.
Kronologi kecelakaan Rusli
Asrul
pulang kampung, dan bermimpi tentang Rusli - lalu Asrul membayangkan kronologis
kecelakaan Rusli.
5.
Kedatangan Rusli ke Kampung Kuning
Diceritakan
tentang alam Kampung Kuning – baru Rusli diceritakan datang ke kampung kuning.
-
Plot Maju
Sukma
mengirim surat – Rusli menyatakan cinta – ibu sukma meninggal – Fatimah dilamar
Kiyai Latif – Fatimah memberi tahu abahnya kalu dia mencintai Rusli - Rusli ditanya kesanggupan menikahi Fatimah –
Rusli memutuskan hubungan dengan Sukma- Rusli menikah dengan Fatimah- Fatimah
meninggal- Rusli menikahi Sukma – Rusli meninggal- Sukma meninggal.
2.
Berdasarkan Kriteria Jumlah
Termasuk
plot jamak karena novelnya dibangun oleh plot utama dan plot tambahan
-
Plot Utama : kisah cinta segitiga Rusli,
Sukma dan Fatimah
-
Plot tambahan
1.
Kisah Kiyai Muhsin
2.
Kisah Asrul
3.
Kisah Pa Tabah
4.
Cerita Gus Mu’ali dan Kiyai Aziz
5.
Cerita Qibtiyah
3.
Berdasarkan Kriteria kepadatan atau kualitas
Termasuk
plot longgar (renggang) karena adanya penyisipan plot lain seperti :
1.
Kisah SMA Rusli
2.
Kisah SMA Sukma
4.
Berdasarkan Kriteria Akhir Cerita
Termasuk
plot tertutup, karena akhir cerintanya jelas yaitu bahwa di alam lain yang
bukan dunia Rusli, Sukma dan Fatimah bahagia.
2.3
Analisis Latar novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam
2.3.1 Tipe Latar
F Latar
Netral
1.
Jombang
“ Fat! Fat.
Bangun…kita sudah sampai di Jombang.” Fatimah membuka matanya, tak sadar jika
tangannya masih memeluk badan Rusli.mungkin kebiasaannya di rumah (
halaman 285)
2.
Rumah berwarna biru
“Kang,
sekarang Akang ditunggu mbak Sukma di seberang jalan sana. Itu rumah yang berwarna
biru!” ( halaman 208)
3.
Gudang
Seperti
biasa ia akan meletakkan semua peralatan di gudang penyimpanan peralatan (
halaman 51)
4.
Sawung Ginting
PROSESI pemakaman mayat yang baru saja
ditemukan oleh beberapa warga desa Sawungginting baru saja usai ( halaman
165)
5. Rumah asrul
Tiga
kali ia beruluk salam, tiga kali pula ia disambut sepi. Tanpa perduli lagi, ia
langsung menuju kamarnya (halaman 375)
F Latar
Tipikal atau Latar Spiritual
1.
Kampung Kuning
Seperti biasa, dan memang sudah menjadi adat
kebiasaan bagi penduduk yang tinggal di Kampungkuning, saat sore menjelang
mereka berbondong-bondong tanpa dikomando menuju musholla-musholla atau
masjid-masjid, yang menurut hati kecil paling mereka sukai.( halaman 24)
2.
Pondok gus mu’ali
GUS Mu’ali baru saja selesai menyampaikan
pengajian kitab bulugh al-Maram pada santri –santri putri asuhannnya (
halaman 95)
3.
. Rumah wali kota
Mobil-mobil
yang mengangkut santri akhirnya berhenti di depan sebuah rumah mewah berukuran
besar ( halaman 72)
4. Kamar mandi
Pintu
masih saja bersuara akibat gedoran dari Fatma tapi tak juga terbuka. Ia tetap
memaksa. Baginya kamar kecil itulah yang paling nyaman dan dekat dengan kamar
tidur yang banyak orang.( halaman 133)
5. Kamar Fatimah
Di dalam kamarnya,
Fatimah langsung dikerubungi oleh teman-teman sekamarnya (
halaman 309)
6. Jalan
Sepulang dari mengisi
pengajian itu mendadak di perempatan jalan, sepeda motor yang ia kendarai
ditabrak truk yang mengangkut beras dari Surabaya. (
halaman 378)
7. Alun- alun
Arak-arakan masa
memadati Alun-alun Selatan. Dengan lantang seorang penyeru menyuarakan yel-yel (
halaman 253)
8.
Pondok gus mu’ali
GUS Mu’ali
baru saja selesai menyampaikan pengajian kitab bulugh al-Maram pada santri
–santri putri asuhannnya ( halaman 95)
9.
Kampung halaman asrul
Pada suatu pagi yang dingin. pemuda itu menyusuri
jalan setapak yang berlumpur. Ia baru saja tiba di kampong halamannya yang sejak
lima tahun ini ia tinggalkan.( halaman 373)
10.
Kedungwangi
Dan jika anda masih mampu menikmati suasana tersebut,
teruslah menapak hingga anda singgah di pedukuhan Kedungwangi. Disanalah aku
dilahirkan. Dari rahim ibuku. Disana, anda akan merasakan nuansa dan aroma alam
pegunungan yang alami dan murni, setiap pagi.(
halaman 175)
11.
Kantor gus mu’ali
“ Sebentar,
sebentar… Kalau masalah pribadi, sebaiknya kita bicarakan di rumah saya ya?
Biar lebih rileks. Sebenarnya dibahas disini juga tidak apa-apa, tapi sekarang
waktu istirahat keja saya hampir habis. Jadi sebisa mungkin kita harus
memposisikan diri. Betul tidak? ( halaman 299)
12.
Hutan
“ Akan tetapi apalah daya, akhirnya Pak Tabah
memilih untuk mengasingkan diri di hutan. Ia berinisiatif demikian karena tidak
ingin menambah masalah dalam hidup.”(
halaman 154)
13.
Alas Godeng
“ Dengan rinci, tanpa bermaksud menyinggung perasaan
si empunya rumah, ia menjelaskan tentang ditemukannya mayat yang menggantung di
sebuah pohon jati di Alas Godeng.” (
halaman 168)
14.
Rumah kiyai mahfud
“ Assalamu’alaikum…”
diiringi suara ketukan pintu.
Terdengar samar dari dalam
ruangan sebuah jawaban,
Wa’alaikum salam.”
“ O, silahkan masuk!”
Seorang lelaki setengah baya mempersilahkan masuk keduatamu yang baru datang.
(halaman 37)
15.
Rumah pa tabah
“ Belum sempat mereka
berdua mengetuk pintu. Pintu itu terbuka. Tampak sang menantu menyambut.”(
halaman 164)
17.
Rumah pa harto
“Pa
Tabah menyeret istrinya keluar rumah. Ia sama sekali tidak memperdulikan lelaki
yang telah merusak pagarayu orang lain itu” ( halaman 152)
18. . Rumah kiyai latif
“
Fat… aku ingin mengatakan sesuatu padamu!”
ucap
Kiyai Latif ketika Fatimah telah berada di ruang tamu.
( halaman 316)
19. Rumah Fatimah dan Rusli
“
Dengan muka sendu Rusli mendengarkan penuturan dari kiyai Mahfud yang datang ke rumahnya”(
halaman 365)
20. Kamar rusli
“
Sekarang kamu istirahat saja disini. Jangan sungkan! Anggap rumah sendiri. Kamu
sudah makan?” Tanya hasim. ( halaman 42)
21. Kamar sukma
“
Gadis itu kembali ke kamarnya. Ia membuka lemari tempat ia menyimpan baju”
( halaman 86)
22. Kamar Fatimah
“Di
dalam kamarnya, Fatimah langsung dikerubungi oleh teman-teman sekamarnya”
( halaman 309)
23.
Di belakang rumah
“ Pada waktu
itu, tanpa sengaja sang Kiyai sedang membersihkan semak-semak belukar di belakang rumah.”
( halaman 50)
24.
Di surau
“ Seperti
biasa jika sore hari anak-anak akan ngaji di surau seorang ustadz. Seperti
biasa pula mereka akan pulang ke rumah setelah sholat Isya’.”
( halaman 311)
BAB
III
ANALISIS
TEMA CERITA
1.
Berdasarkan Klasifikasi Nurgiyantoro
Termasuk tema tradisional, karena
menceritakan kisah liku-likunya percintaan yang berbuah kebahagiaan.
-
Tema Utama
Cinta segitiga dalam bingkai religi
-
Tema Tambahan
1.
Penghianatan ( kisah pa tabah)
2.
Perjuangan cinta ( Kiyai Muhsin)
3.
Politik (Gus Mu’ali dan Kiyai Aziz)
4.
Sifat tercela (Subhan, Heni dan Lisa)
5.
Pondok modern ( Asrul)
2.
Berdasarkan Klasifikasi Shipley
Termasuk tema tingkat divine,
karena banyak menceritakan kisah religi para tokoh, pandangan hidup seorang
santri, keyakinan santri.
BAB
IV
ANALISIS
SARANA CERITA
4.1
Judul Cerita
Dzikir-Dzikir Cinta, judul novel
ini mengacu pada suasana cerita karena di dalam novelya terdapat banyak kisah
percintaan yang dibingkai dalam suasana religi, mulai dari kisah cinta Kiyai
Muhsin yang ditentang, kisah cinta Kiyai Mahfud yang lancar, lalu cinta
segitiga Rusli, sukma dan Fatimah yang penuh liku-liku.
4.2
Sudut Pandang
1.
Secara Garis Besar
Termasuk
sudut pandang orang ketiga, karena menggunakan kata dia
seperti:
1.
“Hari-hari yang ia habiskan bersama
mereka, teman-teman sependeritaan, serasa telah mengubur dalam-dalam semua masa
lalunya yang kelam. Masa lalu yang teramat pahit. Masa lalu yang membawanya ke
pesantren Gus Mu’ali.”( halaman 105)
2.
“Ia terus berjalan menapaki sembilu-sembilu
malam. Kelebatan sinar lampu memendar pada aura bumi.” ( halaman 123)
3.
“ Bahkan ada dua rasa takut yang
menyelinap dalam dirinya. Pertama, ia takut jika ia berterus terang telah jatuh
cinta pada Rusli akan mengakibatkan murka pada Kiyai Latif dan ia akan
mendapatkan takdzir darinya. Yang kedua, ia takut jika ia berterus terang akan
menyakiti Kiyainya yang menyebabkan hubungan baik antara Kiyai Latif dan
Abahnya akan hancur, selain itu juga ia tidak ingin memperkeruh hubungan antara
dirinya dengan Kiyainya.” ( halaman 317)
2.
Berdasarkan Klasifikasi Sayuti
Termasuk sudut pandang
akuan-taksertaan, karena pencerita muncul di awal dengan menceritakan suasana
Kampung Kuning lalu di akhir menceritakan telah dibangunnya pondok modern
Ø di
awal: “ SENJA tampak sayu di balik
lipatan kabut. Suasan Kampungkuning tampak remang dan lengang, meski matahari belum sepenuhnya
tenggelam. Ia masih membiaskan warna- warna mempesona, teduh memandikan jiwa
yang sepi. Ketakjuban memancar di antara celah lanskap yang kian tirus, berurai
sendu. Ceracau burung yang hinggap di atas dahan nan landai meriuhkan suasana”(
halaman 21)
Ø Di
akhir: “ Sepulang dari pondok pesantren
Kiyai Mahfud guna meminta restu atas didirikannya pondok pesantren yang akan ia
asuh. Akhirnya pesantren yang ia kelola berkembang baik. Asrul mencoba
menerapkan pola pendidikan yang lebih modern. Selain sebagai pondok pesantren
yang mengajarkan kitab kuning. Di podoknya juga digunakan sebagai tempat
sekolah yang bersifat umum. Asrul ingin memebentuk lembaga pendidikan yang
sifatnya umum dan juga mengembangkan pondok modern atas gagasan yang ia
angankan.”( halaman 380)
3.
Berdasarkan Klasifikasi Yakub Sumardjo
Termasuk sudut pandang peninjau,
karena di dalam novelnya ada salah satu tokoh yang bercerita yaitu Asrul.
seperti:
“
Asrul teringat mimpi yang baru saja ia
alami. Setahun yang lalu, ia masih sempat melihat sahabatnya yang meninggal
karena kecelakaan. Ketika itu Rusli
baru pulang dari pengajian. Kebetulan Rusli diminta sebagai penceramhnya. Karena jaraknya yang
cukup jauh, maka mau tidak mau ia harus naik kendaraan. Sepulang dari mengisi
pengajian itu mendadak di perempatan jalan, sepeda motor yang ia kendarai
ditabrak truk yang mengangkut beras dari Surabaya. kecelakaan itu sangat fatal
sekali. Rusli mengalami pendarahan di otaknya. Kakinya patah karena terlindas
ban truk.”(halaman 378)
4.3
Gaya dan Nada
a.
Gaya
1.
Diksi
-
borjuis : kelas
masyarakat dari golongan menengah ke atas
-
kulminasi : tingkatan
tertinggi
-
tendensi :
kecenderungan
-
oase : daerah di
padang pasir yang berair cukup untuk tumbuhan dan pemukiman manusia
-
lelaku : melakukan
-
ngerogoh sukmo : ilmu pelepasan
sukma
2.
Denotasi
“ PEMUDA itu berjalan
ke arah utara, tepat setelah ia turun dari angkutan kota, Di pundaknya terdapat
rangsel yang terlhat sarat dengan muatan. Dengan mengenakan busana khas santri
ia menyusuri jalan setapak di hadapannya.”
(
halaman 35)
3.
Imajeri
1. “JIKA anda ingin
bepergian ke Jawa Timur, sementara anda menggunakan bis dan berangkat dari Jawa
Tengah, maka anda tentu saja akan melewati terminal kota Ngawi, sebuah terminal
peberhentian. Sempatkan, sekali saja, meski hanya untuk sekedar membuang penat,
mengalihkan pandangan ke arah barat. Maka di kejauhan sana, anda akan melihat
gugusan gunung Lawu yang berdiri kokoh dan anda juga akan melihat panorama yang
begitu mempesona di kedinginan langit biru.”(
halaman 173)
2. “ Jika anda merasa
nyaman dengan suasana yang demikian, cobalah untuk berlama-lama di pedukuhan
tersebut. Anda akan menemukan perkampungan tersebut menjadi sunyi ketika malam
merambah. Anda akan merasakan keheningan yang kian akut. Anda akan mendengarkan
bunyi-bunyian alam yang belum terkontaminasi dengan aroma modernitas perkotaan.”(
halaman 175)
4.Imaji
Literal
1.
“Anak-anak kecil sedari tadi bermain
dengan cerah dunia mereka,serempak berhenti berman dan memenuhi serua suci.
Tetap dengan ceria dunia mereka. Sebelum berangkat ngaji, terlebih dahulu
mereka membersihkan diri dari keringat engan air yang mengalir dari gunung.” (
halaman 23)
2. “Mobil-mobil yang mengangkut santri
akhirnya berhenti di depan sebuah rumah mewah berukuran besar. Konstruksi rumah
tersebut sangat elegan. Semua barang yang ada disana pastilah furniture dan
aksesoris yang berlabel mahal. Semua terpampang mewah. Di garasi tampak dua
mobil BMW trepekur tak bersuara” ( halaman 72)
5.
Imaji Figuratif
1.
“ Alam raya pun bertasbih pada-Mu. Memuji
segala keagungan-Mu. Burung- burung yang beterbangan di biru langit bertasbih dengan nada merdu anugerah-Mu.
Melafalkan madah-madah di setiap kepak sayapnya. gemericik air yang meliuk di
atas permukaan sungai melafalkan asma-asma-Mu. Memantulkan bias. Batu-batu yang
ngeram di balik lipataan air menyungkur-sujudkan wajah pada hamparan bumi dan
bentangan langit-Mu dan mengagungkan-Mu. Gunung. Bukit. Semuanya memanjatkan
syukur pada-Mu. Mencoba mengabdi dan taat terhadap segala perintah dan menjauhi
segala apa yang Kau larang. Duhai Rabb, keangkuhan seperti apa yang mampu
melukai cinta kami pada-Mu.”
(
halaman 23)
2.
“ LANGKAH kaki itu menderap di atas
jalan. Busana santri yang dikenakan pemilik langkah itu menambah wibawa
mengagumkan. Senyumnya selalu mengembang merebakkan pesona jiwa yang lungkrah.
Ia terus berjalan menapaki sembilu-ssembilu malam. Kelebatan sinar lampu
memendar pada aura bumi.”
( halaman 123)
6
Sintaksis
-
Kalimat yang digunakan panjang dan majemuk
1.
“ Kang Rusli, aku tak tahu harus memulai
dari mana. Aku bingung harus mengatakan apa. Aku masih ragu, takut dan sangat
khawatir dengan apa yang akan kukatakan nanti. Sungguh, aku tak tahu harus
mengatakan apa. sepertinya aku tak sanggup jika menuliskan kata hati ini meski
sebait saja. Tapi, harus bagaimana lagi jika rasa jiwaku sudah tidak bisa aku
kendalikan lagi? Aku ragu terhadap kebenaran yang aku rasakan dalam diriku saat
ini. Keraguanku itu oleh sebab: hal yang akan aku katakanai ini masih terlalu
dini untuk aku ucapkan, terlebih antara kita belum terlampau jauh saling
mengenal. Semua terasa tumbuh jadi satu ketidakpastian rasa. Entahlah…” (
halaman 201)
2.
“ Kekasihku, memang berat jika sebuah
pilihan harus kita tentukan, terlebih jika pilihan tersebut menyangkut sebuah
perasaan. Maafkan aku jika nantinya akan melukai hati dan perasaanmu. Aku tak
tahu harus memulai dari mana sepucuk surat ini~ sama seperti saat kita memulai
sebuah permulaan ketika kita bertemu dulu. Mungkin kau masih bingung dengan
semua ini? Hal itu sama halnya dengan kebingungan yang kurasa sekarang, dan,
kebingungan kita sewaktu kita menuliskan risalah untuk pertama kali kita
bertemu. Ada kegetiran dan juga rasa sakit ketika menuliskan sepucuk surat ini.
Ada hal yang membuatku ragu untuk mengatakan padamu secara langsung untuk
mengutarakan maksud hati ini kepadamu~ belum ada cara lain yang pas menurutku
saat ini (barangkali hanya segini keberanianku).” ( halaman 335)
b.
Nada
-
bernuansa religi
“ Seperti biasa, dan
memang sudah menjadi adat kebiasaan bagi penduduk yang tinggal di kampung
kuning, saat sore menjelang mereka berbondong-bondong tanpa dikomando menuju
musholla-musholla atau masjid-masjid, yang menurut hati kecil paling mereka
sukai Namun, entah mengapa, kebanyakan mereka memilih musholla atau langgar
dari pada mesjid.” ( halaman 24)
-
romantis-religi
“ Seperti petir
menyambar. Kilatannya menyilaukan mata. Tubuh jenjang itu menggigil. Ia tak
kuasa menahan perih dan derai air matanya. Ia tertunduk lemah di tepi ranjang.
Di antara sayatan lukanya. Ada ketabahan. Ia mahfum dengan apa yang disampaikan
Rusli dalam suratnya. Sukma tak berhak mempersalahkan Rusli karena memang
suratan takdir telah berkata demikian. Ia tahu bahwa memang Rusli dalam keterhimpitan keadaan yang
menjadikan ia harus pasrah atas permintaan Kiyai Mahfud.” (
halaman 339)
-
menyedihkan
“ Ketika itu Rusli baru
pulang dari pengajian. Kebetulan Rusli diminta
sebagai penceramhnya. Karena jaraknya yang cukup jauh, maka mau tidak
mau ia harus naik kendaraan. Sepulang dari mengisi pengajian itu mendadak di
perempatan jalan, sepeda motor yang ia kendarai ditabrak truk yang mengangkut
beras dari Surabaya. kecelakaan itu sangat fatal sekali. Rusli mengalami
pendarahan di otaknya. Kakinya patah karena terlindas ban truk.”
( halaman 378)
-
mengharukan
“ Di depan Kiyai Mahfud
dan juga Gus Mu’ali.Rusli dan sukma saling berpeluk melepas kerinduan yang
sekian tahun tak mampu mereka sampaikan. keduanya saling hanyut dalam haru
biru. Ada siraman bahagia dari pelukan itu. Ada secercah bahagia menyelimuti
keduanya. pelukan mesra itu serasa jadi pengganti dari apa yang bergemuruh
dalam jiwa sekian waktu lamanya.” ( halaman 369)
-
bahagia
“ Sepulang dari pondok
pesantren Kiyai Mahfud guna meminta restu atas didirikannya pondok pesantren
yang akan ia asuh. Akhirnya pesantren yang ia kelola berkembang baik. Asrul
mencoba menerapkan pola pendidikan yang lebih modern. Selain sebagai pondok
pesantren yang mengajarkan kitab kuning. Di pondoknya juga digunakan sebagai
tempat sekolah yang bersifat umum. Asrul ingin memebentuk lembaga pendidikan
yang sifatnya umum dan juga mengembangkan pondok modern atas gagasan yang ia
angankan.” ( halaman 380)
-
memprihatinkan
“ Qibtiyah menghela
nafas dalam-dalam. ia mulai berkisah. Berkisah tentang sesuatu yang tersimpan
dan menyakitkan, entah di bagian waktu mana kisah itu tertoreh. Betapa
terkejutnya Fatimah ketika mendengar penuturan polos dari Qibtiyah. Ia tak
menyangka jika sahabatnya itu pernah menjadi korban pencabulan yang dilakukan
oleh guru ngaji di desanya.” ( halaman 312)
-
persaingan politik
“ Ada rasa tidak suka dalam diri Kiyai Aziz
atas pencalonan Gus Mu’ali terebut. Rasa tidak suka itu karena di samping sama-
sama seorang tokoh agama, rasa tidak suka yang lain adalah karena masih adanya
dendam yang masih tertimbun.” (halaman 244)
BAB
V
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis di atas banyak
kalimat yang menggunakan bahasa jawa yang
susah dimengerti dan menghambat pada pemahaman arti, karena harus
melihat glosarium kata demi kata. Maka dari itu novel ini perlu mengalami
perbaikan dengan mencantumkan arti dari kalimat-kalimat yang berbahasa jawa
dalam bentuk kalimat supaya mudah dimengerti.
DAFTAR
PUSTAKA
Anam,
Khoirul Anam. 2006. Dzikir-Dzikir Cinta.
Yogyakarta: Diva Press
Ristiani, Iis. (2012). Kajian dan Apresiasi Puisi dan Prosa.
Yogyakarta: CV.
Setiawan,ebta.kbbi
offline 1.4 .Tersedia:http//ebsoft.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar