Jumat, 24 Januari 2014

Analisis Novel berdasarakan Fakta,sarana,Tema cerita (Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan
            Berbicara masalah pesantren tidak terlepas dari budaya-budaya yang terdapat di dalamnya ada banyak budaya yang belum kita ketahui yang terdapat dalam pesatren dan ada banyak kisah cinta romantis religi yang jarang ada di dunia luar pesantren.
            Itulah yang membuat di analisisnya novel Dzikir-Dzikir Cinta karya Anam Khoirul Anam terbitan Diva Press yang terbit tahun 2006 di Jogjakarta dengan tebal halaman 392, dan harga  Rp 30.000.
            Novel ini sangat menarik untuk diperbincangkan oleh karena itu dalam penulisan ini akan dideskripsikan mengenai fakta cerita, tema cerita, dan sarana cerita
            Dalam fakta cerita akan dideskripsikan mengenai tokoh, plot dan latar, dalam tema cerita akan dideskripsikan tema-tema yang terdapat dalam novel,
dalam sarana cerita akan dideskripsikan judul cerita, sudut pandang, gaya dan nada.

1.2 Rumusan Masalah
            Bersumber kepada latar belakang di atas, supaya penulisan ini tidak mengalami perluasan dari tujuan yang sebenarnya, maka rumusan masalahnya diproyeksikan dalam bentuk pertanyaan  sebagai berikut:
1. Bagaimanakah fakta cerita dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam?
2. Apa sajakah tema cerita dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam?
3. Bagaimanakah sarana cerita dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam?



1.3 Tujuan Penulisan
            Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan fakta cerita dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam.
2. Untuk mendeskripsikan tema cerita dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam.
3. Untuk mendeskripsikan sarana cerita dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam.

1.4 Sistematika Penulisan
            Sistematika penulisan dalam analisis ini adalah sebagai berikut:
Bab 1 berisi pendahuluan, bab 2 berisi analisis fakta cerita, bab 3 berisi analisis tema cerita, bab 4 berisi analisis sarana cerita, bab 5 penutup
















BAB II
ANALISIS FAKTA CERITA

2.1 Analisis Tokoh dalam Novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam.

2.1.1 Para Tokoh
            Tokoh yang terdapat dalam novel ada 64 orang, yaitu sebagai berikut:
Rusli, Sukma, Fatimah, Kiyai Mahfud, Gus Mu’ali, Nikmah, Asrul, Hasyim, Paijo, Kiyai Latif, Qibtiyah, ema, Maesaroh, Fiah, Subhan, Kang Jalal, Hardi, Salman, Sohir, Soleh , Ridwan, Burhan, Fadli, Firman, Togar, Fandi, Ahmad, Romli, Sobrun, Hamdi, Laila, Firah, Nida, Muslih, Habib, Mufid, Azwardi, Siti, Fatma, Pa Tabah, Rukmi, Pa Harto, Pa Bari, Bu Miatun, Mahfur, Anto, Rina, Reni, Bu Sirroh, Kiyai Aziz, Sugeng, Muktar, Lukman, Kiyai Husen, Alif, Rokib, Faiz , Maesaroh, Luluk, ibu sukma, Kiyai Muhsin, Lisa , Heni, Sohib.

2.1.2 Penokohan
1. Rusli
- familiar, cakap dan mudah bergaul
 Sifatnya yang familiar menjadikannya sangat lentur; cakap dan mudah bergaul dengan siapa saja.( halaman 77)
- tidak sombong
Selalu andap asor pada yang lebih tua dan sayang pada mereka yang lebih muda
( halaman 120)
- tawadhu
Hanya saja ia memang lebih tawadhu dan tidak banyak polah ( 120)
2. Sukma
- setia
Ia bukan wanita yang mudah berpindah hati pada lain orang. Dan inilah wujud dari sebuah kesetiaan ( halaman 340)



- penuh wibawa, dewasa
Dan satu hal yang paling penting, dia cerdas. Penuh Wibawa. Sifat kedewasaan yang ada pada dirinya juga menjadikannya selalu dijadikan tempat berbagi, kendati usianya masih relatif muda ( halaman 101)
- rajin ibadah
Dengan tenang dan khusyu ia melakukan ritual suci, tahajjud. Setelah melakukan shalat beberapa rakaat. Gadis itu mengambil kitab suci Al-Qur’an. ( halaman 88)
3. Fatimah
- patuh
Gadis itu hanya mengangguk pelan mengiyakan seruan dari Abahnya. ( halaman 108)
- perhatian
“ tenangkanlah pikiranmu Qib! Aku akan selalu ada dan aku akan tetap menjadi sahabatmu.” ( halaman 315)
- egois
Sebenarnya, dari dulu aku sudah tahu kalau Akang menjadi miliknya. Hanya saja aku diam. Tapi, oleh sebab kesalahanku dan juga egokulah yang telah menghancurkan hubungan cinta Akang dan Sukma.( halaman 249)
- tenggang rasa
“ Sebagai seorang wanita aku bisa merasakannya betapa sakit derita batin yang ia alami sekarang.” (halaman 351)
 - supel
Di dalam kamarnya, Fatimah langsung dikerubungi oleh teman-teman sekamarnya ( halaman286)
4. Kiyai Mahfud
- bijaksana
“ Sebaiknya , biar Fatimah saja yang memberi keputusan terhadap lamaran panjenengan kulo anamung ngrestoni mawon.” ( halaman 322)
- qonaah
 Bagi pa kiyai, menjadi seorang guru agama, baginya, hal itu sudah lebih dari cukup. Hal itu lebih mulia dibandingkan dengan yang lain. ( halaman 237)

5. Gus Mu’ali
- berjiwa sosial
Semua anak jalanan dan anak-anak panti –panti asuhan mendapatkan santunan beliau. ( halaman 294)
- bijaksana
 Sikap bijak Gus Mu’ali inilah yang sangat disukai warga masyarakat ( halaman 247)
- baik
“ Maaf, kalau tidak sempat menyuguhi apa-apa buat kalian. Hanya air putih saja. Silahkan diminum.”( halaman 113)
6. Asrul
- perhatian
“Rus, kok kamu pucat seperti itu?”( halaman 127)
- pintar
Asrul mencoba menerapkan pola pendidikan  yang lebih modern.( halaman 380)
7. Nikmah
- baik
“ Anggap saja ini adalah rumahmu. kamu jangan sungkan. Sekarang kau adalah saudara kami”( halaman 226)
- setia kawan
Hanya Nikmah saja di asrama itu yang menjadi teman berbaginya.  Ya, hanya Nikmalah sahabat bahkan sudah seperti saudara sendiri. memang antar keduanya telah bersahabat sejak kecil. Namun antar keduanya dahulu masih terpisah oleh sebuah keyakinan. ( halaman 223)
8. Pa Tabah atau ayah rusli
- tidak mengiraukan gosip
Semula ayah Rusli tidak memperdulikan desa-desus perselingkuhan istrinya, perempuan yang melahirkan Rusli. Ia berkeyakinan bahwa istrinya adalah istri yang baik, istri yang selalu mempertahankan kehormatan rumah- tangganya.( halaman 150)


- baik, alim
“ Sebentar … kayanya benar juga. Tapi apa mungkin? Bukankah ia terkenal sebagai orang baik-baik. Orang alim.”( halaman 166)
9. Rukmi atau ibu rusli
- berkhianat
 Pa Tabah menyeret istrinya keluar rumah. Ia sama sekali tidak memperdulikan lelaki yang telah merusak pagarayu orang lain itu. Rasa tak percaya pada kabar miring dari tetangga tebukti salah. Tumpah. Kepercayaannya terhadap kesetiaan yang utuh pada cinta suci, yang ia bangun sejak awal merajut rumah–tangga, kini telah runtuh. Luluh bersama kepahitan yang nyeri.”( halaman 152)
10. Bu Miatun atau nenek rusli
- perhatian
Sepanjang perjalanan pulang dari rumah anak dan menantunya, hati Bu Miatun makin gelisah. Pikirannya semakin tidak menentu. Duh Gusti ,mogo-mugo ora ono opo-opo karo anakku.( halaman 165)
11. Pa Bari atau kakek rusli
- perhatian
“ Memangnya ada apa to, Bu? ”( 163)
12. Ema atau ibu asrul
- perhatian
“ Kenapa kamu pulang? Apakah sudah selesai ngajinya?” ( halaman 379)
13. Pa Harto atau ayah tiri rusli
- pemarah
“ masak, sudah diajari berulang-ulang kamu tidak bisa-bisa juga. makannya belajar! Jangan banyak mainnya. Bapak nganti jengkel ngrasakne anakmu, Le.”( halaman 180)
14. Bu Sirroh atau ibu nikmah
- perhatian
“ Eh, Neng. Ternyata Eneng cantik juga kalau berbusana demikian.”( halaman 215)


15. Qibtiyah
- perhatian
“ kenapa wajahmu jadi kusut seperti itu? Kamu ada masalah ya? Atau sedang sakit?”( halaman 309)
16. Kiyai Latif
- perhatian
Memahami bahwa kondisi badan tamunya letih, maka Rusli dipersilahkan istirahat terlebih dahulu. Karena di tempat itu adalah pondok putri maka untuk beberapa saat selama bertamu, Rusli dipersilahkan menginap di kediaman Kiyai Latif. ( halaman 286)
17. Kiyai Aziz
- pendendam
Ada rasa tidak suka dalam diri Kiyai aziz atas pencalonan Gus Mu’ali tersebut. Rasa tidak suka itu karena di samping sama- sama seorang tokoh agama, rasa tidak suka yang lain adalah karena masih adanya dendam yang masih tertimbun.”
18. Mama sukma
- bijaksana
“ Jika memang itu sudah menjadi keputusanmu. Mama tidak melarangmu. Asalkan segala resiko kamu yang mempertanggungjawabkan.”( halaman 222)
19 . Kiyai Muhsin
- suka melanggar perintah agama
“Muhsin…Apa-apaan kamu ini?” bentak sang Kiyai.”Santri kurang ajar. Gak weroh toto adab. Bocah ra duweni dugo. Santri klejingan,kewe. Su’ul adab kowe yo..!” ( halaman 51)
20. Subhan
- menyalahgunkan ilmu
kedigdayaan itu ternyata disalah-artikan oleh Subhan ( halaman 81)




21. Sohib
- liwath
Spontan wajah  Sohib memucat menahan rasa malu. ia hanya diam tak menjawab. Kemudian ia segera keluar kamar dengan wajah tertunduk ( halaman 130)
22. Lisa
- liwath
Mereka berdua ketangkap basah sedang liwathan di kamar mandi ( halaman 135)
23. Heni
- liwath
Mereka berdua ketangkap basah sedang liwathan di kamar mandi ( halaman 135)
24. Hasyim
- perhatian
            “ Sekarang kamu istirahat saja disini. Jangan sungkan! Anggap rumah sendiri. Kamu sudah makan?” Tanya Hasyim ( halaman 42)
25. Paijo
- baik
Jika kami mau membeberkan rahasia itu maka hancurlah Kiyai Aziz. Tapi, kami tidak mau gegabah. Kami tak ingin mencoreng nama baik Kiyai. Kami tak ingin hanya karena kesalahan sedikit saja akan memperburuk keadaan. ( halaman 256)
26. Maesaroh
- fanatik
            “ Boleh, sih boleh…Tapi berawal dari itu akan berakibat fatal. Awalnya perkenalan. Lalu, ngobrol ngalor-ngidul setelah itu pegang-pegangan dan…akhirnya zina.” jelas maesaroh ( halaman 287)
27. Fiah
- bijaksana
            “ Eh, belum tentu begitu, Roh. Mungkin itu hanya sebagian kecil dari wanita yang kegatelan saja. Belum tentu semua tuduhan itu benar,” fiah mencoba menjadi penengah. ( halaman 287)


28. Kang Jalal
-  Kamu itu sudah hitam, giginya gondrong, sukanya main. terus kapan pintarnya?” Di pesantren tersebut Kang Jalal memang sangat ditakuti para santri junior, terlebih wataknya yang keras menjadikan ia makin ditakuti
( halaman 32)
29. Hardi
- Pasrah
Kang Jalal menggojloki Hardi yang masih baring-baringan di lantai masjid. Mendengar semua itu Hardi hanya diam saja tanpa banyak omong. ( halaman 32)
30. Salman
- pintar beralasan
            “ Aku gak sengojo. Kang. Soale pas wayah iku aku lagi diutus Pak Yai angkat lemari,” Salman beralibi menghindari tuduhan. ( halaman 33)
31. Sohir
- Suka Menebak
            “ Kamu ngintip ya?” timpal Sohir, santri asal Jawa Barat. ( halaman 33)
32. Soleh
- usil
            “ Itu anak baru ya?” Bisik Soleh pada Ridwan
            “ Iya, memangnya kenapa?”
            “ Sikapnya dingin sekali. Acuh sekali orangnya. Sok cuek dia. Coba perhatikan!” ( halaman 70)
33.Ridwan
- baik
Maklumlah. Namanya juga santri baru. Lagian dia juga belum banyak kenalan disini. Kenapa kita mesti rebut-ribut soal itu?” ( halaman 70)
34. Burhan
- suka bercanda
            “ Eh kok kamu ikut? Kamu kan tidak masuk hitungan?” tegur burhan pada Fadli.( halaman 72)


35. Fadli
-  mudah tersinggung
            “ Ah, kamu itu sok formalis.” timpal Fadli pada Burhan dengan mimik kecewa. ( halaman 72)
36. Firman
- suka mengkhayal
            “ Kapan saya jadi orang besar?” celoteh firman sambil menggeleng-geleng kepala. ( halaman 73)
37. Togar
- suka makan
            “ Kenyang sudah aku ini,” Togar berbisik pada Fandi. Santri yang sama-sama berasal dari Batak. keduanya tampak begitu menikmati hidangan yang tersaji bahkan kalau dipersilahkan untuk nambah,mungkin satu piring lagi akan mereka habiskan juga. ( halaman 75)
38. Fandi
- suka makan
“ Kenyang sudah aku ini,” Togar berbisik pada Fandi. Santri yang sama-sama berasal dari Batak. keduanya tampak begitu menikmati hidangan yang tersaji bahkan kalau dipersilahkan untuk nambah,mungkin satu piring lagi kaan mereka habiskan juga. ( halaman 75)
39. Ahmad
- suka ingin tahu
            “ Eh binat-nya berapa? Tanya Ahmad pada Romli sambil menyikut lengannya. ( halaman 75)
40. Romli
- berbicara seperlunya
            “ Duapuluh ribu,” sambil memegangi amplop berwarna putih yang hampir tenggelam dalam sakunya.( halaman 75)




41. Sobrun
- perhatian
            “ Rus geus dahar teu?
            Karena merasa bingung dan tidak paham dengan bahasa pengantar yang digunakan Sobrun, yang dapat Rusli lakukan hanya mengangguk. Ketika pertanyaan itu diulang untuk kedua kalinya, dan dengan disertai penjelasan tentang maksud kalimat tersebut, barulah ia paham.( halaman 78)
42. Hamdi
- baik
            “ Di tempat ini tidak ada yang namanya senior maupun junior, semua sama,” kata Hamdi ketika Rusli mencoba tukar pengalaman dengannya, yang kebetulan adalah teman satu kamar. ( halaman 79)
43. Laila
- usil
            “ Eh, Roh. Kamu kenapa? Dihukum lagi ya?” ledek Laila pada Firoh .” Kasihan deh lo…” ( halaman 97)
44. Firah
-  mudah insaf
 Akhirnya jera juga gadis yang bernama Firoh itu. Ia menyesal. Ia ingin memperbaiki diri, baru nanti setelah ia mantap hati dan telah menemukan jodonya maka ia akan memberikan keseluruhan jiwanya secara total. ( halaman 97)
45. Alif
-  pemarah
            “ Dari mana kamu tahu, Rus?”
            “ Ada deh…”
            Sambil sungut-sungut, Alif meninggalkan kamar. Entah marah atau apa, yang jelas ia menapakkan ekspresi wajah yang tidak suka. ( halaman 278)




46. Rokib
-  sinis
            Tepat jam dua malam, Rusli dibangunkan Rokib.
            “ Rus, bangun! Kamu ditunggu Faiz di dekat gudang,” sengit nadanya.
 ( halaman 278)
47. Faiz
-  pemarah
            “ Apa kamu ingin dihajar!” gertak Faiz yang sudah geram.( halaman 280)
48. Rina
- perhatian
-           “ Rus…kamu sakit ya?”
            “ Ti…ti…tidak…”
            “ Kok, kamu gemeteran. Keluar keringat dingin lagi. Benar kamu nggak sakit?” ( halaman 195)
49. Luluk
- penasaran
“ Siapa tadi?” Tanya Luluk mencoba diulang ucapan yang baru meletup dari bibir Fatimah.( halaman 288)
50. Nida
- suka curhat
“ Bu…bagaimana saya harus menghadapi keluargaku jika sudah begini,” Tanya Nida suatu hari. ( halaman 101)
51. Muslih
- berbicara seperlunya
“ RUSLI, kamu dipanggil Pak Kiyai. Penting!” seru Muslih. ( halaman 107)
52. Habib
-  suka bertanya
            “ Fid, apa artinya” telong wulan” itu?” Tanya Habib, santri asal Pontianak
            “ artinya” tiga bulan”. memang kamu belum paham, ya?” sergah Mufid
 ( halaman 115)

53. Mufid
- baik
Fid, apa artinya” telong wulan” itu?” Tanya Habib, santri asal Pontianak
            “ artinya” tiga bulan”. memang kamu belum paham, ya?” sergah Mufid
 ( halaman 115)
54.  Azwardi
- suka bertanya
Azwardi menanyakan arti dari kalimat dalam bahasa Jawa yang tidak ia ketahui. Namun jawaban yang ia terima bukan jawaban yang seharusnya ia dapatkan.
( halaman 117)
55. Siti
-  perhatian
            “ Kasihan juga mereka berdua. Sudah jauh-jauh datang dari Bandung, eh…malah dipulangkan dengan cara tidak hormat, Aib. Kasihan betul mereka berdua…” bisik Siti pada Fatma. mendengar itu Fatma hanya tersenyum getir
.( halaman 138)
56.Mahfur
-  suka bertanya
            “ Rus, nanti kalau kamu sudah besar, kamu mau jadi apa?” Tanya Mahfur suatu kali?. ( halaman 177)
57. Anto
- suka menyuruh
            “ Rus, boleh aku minta tolong?”
            “Minta tolong apa?”
            “ Tolong berikan buku ini pada Rina!.”
            Degh! ( halaman 193)
58.Reni
-  baik
O iya…Ini Reni teman sekamarku.”
mengulurkan tangan kembali. berjabat tangan. Sebut nama. Rusli manyun
( halaman 208)

59. Bu Sirroh
- baik
Nama depan Sukma, yang dulu dipanggil Agnes itu, adalah pemberian dari ibu Nikmah. ( halaman 215)
60. Sugeng
-  rela berkorban
Mendapat ancaman demikian Sugeng dan Muktar menjadi menggigil takut. Meski tidak terlalu parah luka yang mereka alami namun luka memar akibat tonjokan di pelipis dan juga lambungnya yang terasa nyeri tertohok pukulan sudah membikin bibir mereka nyinyir menahan nyeri berbalur darah. ( halaman 258)
61. Muktar
- rela berkorban
  Mendapat ancaman demikian Sugeng dan Muktar menjadi menggigil takut. Meski tidak terlalu parah luka yang mereka alami namun luka memar akibat tonjokan di pelipis dan juga lambungnya yang terasa nyeri tertohok pukulan sudah membikin bibir mereka nyinyir menahan nyeri berbalur darah. ( halaman 258)
62. Lukman
- perhatian
Sementara, Lukman bersiap untuk ikut membonceng di sepeda Rusli. Sementara Rusli, sudah tentu anda tahu. Singkatnya, Lukman bertukar posisi dengan dewi
.( halaman 273)
63. Fatma.
- penakut
Baginya kamar kecil itulah yang paling nyaman dan dekat dengan kamar tidur yang banyak orang. Ia berpikir jika nanti ada apa-apa, mudah baginya untuk teriak, dan mudah didengar orang. ( halaman 133)
64 Kiyai Husen
-  perhatian
            “ Kenapa mukamu memar begutu, Rus?” Tanya Kiyai Husen ketika mengajarkan kitab Jurumiyah, ba’da shalat Shubuh.( halaman 282)

2.1.3 Jenis Tokoh
F Ditinjau dari Segi Keterlibatan dalam Keseluruhan Cerita
a. Tokoh Sentral
- Tokoh utama : Rusli paling banyak diceritakan daripada tokoh lain, seperti(35 s/d 44, 45, 46, 71 s/d 83)
-  Tokoh utama yang tambahan : Sukma (88, 102, 340, 343) dan Fatimah (108, 121, 122, 286, 309 , 312, 349, 351)
-   Tokoh tambahan yang utama : Kiyai Mahfud ( 30, 61, 322, 231)  dan Gus muali ( 113, 244, 247,294)
b. Tokoh tambahan: Nikmah (208), Asrul (127), Hasyim (42), Paijo (256), Kiyai Latif (286), Qibtiyah (309), ema (379), Maesaroh(287), Fiah(287), Subhan(79), Kang Jahal (32), Hardi (32), Salman (33), Sohir (33), Soleh (70), Ridwan (70), Burhan (72), Fadli (72), Firman (73), Togar (75), Fandi (75), Ahmad (75), Romli (75), Sobrun (78), Hamdi (79), Laila (97), Firah (97), Nida (101), Muslih (107), Habib (115), Mufid(115), Azwardi (117), Siti (138), Fatma (133), Pa Tabah (150), Rukmi (152), Pa Harto (152), Pa Bari (163), Bu Miatun (165), Mahfur (177), Anto (197), Rina (195), Reni (208), Bu Sirroh (215), Kiyai Aziz (243), Sugeng (258), Muktar (258), Lukman (273), Kiyai Husen (282), Alif (278), Rokib (278), Faiz (280), Maesaroh (287), Luluk (288). ibu sukma ( 222).

F Ditinjau dari Segi Watak  atau Karakternya
a. Tokoh Sederhana atau Tokoh Datar
1. Kiyai Muhsin: suka melanggar perintah agama
2. Subhan: menyalahgunkan ilmu
3. Sohib: liwath
4. Lisa: liwath
5. Heni: liwath
6. Pa Harto: kaya, jahat
7. Pa Tabah:  alim, mudah terhasut



b. Tokoh Kompleks atau Tokoh Bulat
1. Rusli : familiar, cakap dan mudah bergaul
2. Sukma: penuh wibawa, dewasa
3. Fatimah : patuh, tenggang rasa
4. Kiyai Mahfud: bijaksana, qonaah
5. Gus Mu’ali: berjiwa sosial

F Dilihat dari Identitas Tokoh Cerita
a. Tokoh Beridentitas Jelas
Rusli, Sukma, Fatimah, Kiyai mahfud, Gus Muali, Asrul, Nikmah
b. Tokoh Beridentitas Tidak Jelas
pa lurah, pa rt, pa kiyai,pa lek, romo yai, bu nyai, mentri agama, kaka sukma, istri kiyai aziz, ayah sukma, aku, pemuda itu, kang, guru ngaji.

F Dilihat dari Fungsi Penampilan Tokoh
a. Tokoh Protagonis
Rusli, Sukma, Fatimah, Kiyai mahfud, Gus Muali, Asrul, Nikmah
b. Tokoh Antagonis
Kiyai Aziz, ayah sukma, kaka sukma

F Dilihat dari Segi Berkembang Tidaknya
a. Tokoh Statis
Rusli, Kiyai Mahfud, Gus Muali, Asrul
b. Tokoh Berkembang
Sukma dan Fatimah
F Dilihat dari Pencerminan Tokoh Kehidupan Nyata
a. Tokoh Tipikal
Kiyai Mahfud, Gus Muali, Rusli, Sukma
b. Tokoh Netral
Subhan, Lisa, Heni

2.1.4 Teknik Penyajian Tokoh

F Teknik Analitik
1.         Bagi penduduk Kampungkuning, mengaji merupakan kebutuhan pokok ruhani mereka setiap hari. Hal ini mereka jadikan sebagai usaha menyeimbangan urusan dunia dan akhirat. Biasanya, sehabis shalat mereka akan selalu menyempatkan diri untuk membaca ayat-ayat suci meski  hanya beberapa  ruku’ saja bagi mereka yang telah khatam kitab iqro’. Namun bagi mereka yang telah fasih dalam melafalkan ayat-ayat suci, jika berkehendak, akan meluangkan waktu untuk sema’an guna lebih memperdalam pemahaman mereka terhadap keindahan , misteri luar biasa serta makna tersembunyi al-Qur’an yang merupakan rahasia Tuhan. (halaman 25)
2.         Inilah perbedaan yang bisa dilihat antara pendidikan formal dengan pendidikan pesantren. Jika dalam pendidikan sekolah lebih menonjolkan muatan-muatan ilmu umum (amiyyah) maka di dalam pondok pesantren adalah ilmu agama (diniyyah). Metode pengajaran yang dilakukan juga berbeda. Kalau sekolah umum metode tersebut disampaikan berdasarkan pada kurikulum, tidak demikian halnya dengan di pesantren. Metode di pesantren mengharuskan para santri untuk meng-khatam-kan kitab yang sedang di kaji. Sehingga kajian yang dilakukan tidak ‘ melompat’ dari satu sumber ke sumber lain. Metode di pesantren tersebut disampaikan secara sorogan dan Bandongan.( halaman 26)
3.         “Hai, siapa yang membawa sandalku?”
            Ribut-ribut itupun tak juga selesai meski  Pak Sopir sejak tadi sudah merasa jengah menunggu. Yang  merasa sudah mendapat sandal tenang tanpa perduli dengan mereka yang belum dapat jatah sandal.( halaman 71)
4.         Prosesi perkenalan itu berlangsung dengan lancar. Satu persatu semua yang ada di ruangan menyebutkan nama-nama mereka. Ada juga yang berbisik-bisik pada teman yang ada disampingnya. (halaman 124)
5. Pa Bari dan Bu Miatun hanya butuh waktu satu setengah jam jalan kaki untuk sampai di rumah keluarga pak Tabah, putra mereka. Namun suasana sunyi terlihat. Hanya titik-titik air dari talang yang terdengar menetesi ember. (halaman 164)
F Teknik Dramatik
a. Teknik Naming
1. Nama-nama orang di Jawa : Paijo, Sugeng, Bu Miatun, Pa Bari, Sobrun
2. Panggilan di Jawa: pa lek, mbok
3. Jabatan orang di pesantren: pa kiyai, romo yai, santri, santriwati.

b. Teknik Cakapan
1.         “ Itu anak baru ya?” Bisik Soleh pada Ridwan.
            “ Iya, memangnya kenapa?”
            “ Sikapnya dingin sekali. Acuh sekali orangnya. Sok cuek dia.
coba perhatikan!”
            “ Maklumlah. namanya juga santri baru. lagian dia juga belum banyak kenalan disini. Kenapa kita mesti ribut-ribut soal itu?
            Ridwan dan Sholeh terus saja berbisik-bisik seakan tak perduli dengan materi yang disampaikan oleh Kiyai Mahfud.( halaman 70)
2.         “ Bagaimana, sudah dapat?”
            “ Sudah.”
            Orangnya bagaimana?”
            “Pokonya memuaskan.”
            Akhirnya malam itu Subhan menjadi’ guru spiritual.’dalam pergumulan uji coba ilmu kanuragan.( halaman 84)
3. “ Rusli, kamu dipanggil Pak Kiyai. Penting!” seru Muslih.
            “ Sekarang?”
            “ Besok! ya, sekarang lah! Gimana sih kamu?”
            “ Ada apa, Lih?” Rusli mencari tahu mengapa dia diminta untuk segera menghadap Kiyai Mahfud.( halaman 107)
4.         “ Rus, besok tolong antarkan Fatimah ke rumah sakit untuk membelikan obat buat Bu Nyai.”
            “ Bu Nyai sakit apa?”
            “ Belum tahu sakitnya apa. Cuman ada keluhan sakit perut. Aku memintamu untuk mengantarkan Fatimah karena jarak rumah sakit terlalu jauh. maklum si Fatimah belum bisa naik motor, makanya aku menyuruhmu mengantarkan”( Halaman 119)
5.         “ Fat, kenapa Abahmu selalu memintaku dalam segala urusa beliau?”
            “ Memangnya kenapa?” Apa kamu tidak suka .”
            “ Bukan begitu. tapi aku merasa tidak enak dengan santri-santri lain. Padahal santri lain juga bisa melakukan itu.”( halaman 121)
c. Teknik Pikiran Tokoh

1. “ Kasihan juga ya mereka berdua . Sudah jauh-jauh datang dari Bandung, eh…malah dipulangkan dengan cara tidak hormat. Aib. Kasihan betul mereka berdua…” bisik Siti pada Fatma. mendengar itu Fatma hanya tersenyum getir.
( Halaman 138)
2.         “ Apa kamu yakin?”
            “Yakin, Kang. Pasalnya aku sangat kenal baju yang ia kenakan.”
            “ Hei…yang namanya kain dan baju itu banyak yang sama. Belum tentu orang itu yang kau maksud.”
            “ Memang. Tapi dari ciri-ciri fisiknya aku juga kenal. Coba bapak ingat-ingat  sendiri, bukankah dia adalah guru ngaji di desa kita?
            “ Sebentar…kayaknya benar juga. Tapi apa mungkin? Bukankah ia terkenal sebagai orang baik-baik. Orang alim.” ( halaman 166)
3.         Jangan terlalu memujiku, Nik!”
            “ Aku serius, ma…’
            “ Aku juga tak mengerti mengapa bisa demikian?
            Aku bersyukur karena bisa diberi kelebihan dalam menjalani anugerah tersebut,” ucap sukma bersahaja. ( halaman 344)
4.         “ Dasar, Fatimahnya saja yang kegatelan…”
            “ Sudah!Sudah. Tidak baik ngomongin orang. Lebih baik lanjutkan saja kerjaan kalian. Tuh, Masih banyak kentang dan buncis yang belum dikupas. Ayo cepat! Tamu undangan udah makin banyak berdatangan.” ( halaman 353)
5.         “ ehmmm…” lenguh mulut gadis itu membuyarkan suasana. Terlintas dalam pikirannya sesuatu yang jalang, syur, dan entahlah, yang jelas secara reflex menegangkan sesuatu yang teramat ia jaga.( halaman 86)

d. Teknik Arus Kesadaran     
1. oh, cinta. Manis kurasa ketika awal kau menyapa. Harapku, kemanisan ini tak jadi kepahitan yang pilu. Tak kuasa hati ini menahan nyeri. Tahukah kau bahwa ku tak sanggup ungkapkan rasa ini? ( halaman 213)
2. Kalaupun suara Sukma selalu terngiang di benakku, itu hanya pengantar jiwaku mencari makna semata, bukan yanag lain. Syirik namanya. Tidak! Aku tidak mau jika terdampar pada sebuah pemahaman yang demikian. Aku tak mau larut dalam suasana. Tapi, benarkah dari semua itu telah tumbuh sepucuk cinta di hatiku pada hamba-Nya yang bernama Sukma? ( halaman 149)
3.         “ Oh, Tuhan Betapa naifnya aku. Betapa aku telah menjadi manusia yang lalai dari tanggungjawabku sebagai hamba-Mu, aku yang telah begitu jauh menapak dalam gelimang naïf, meniti nikmat dalam wajah-wajah dosa,” getirnya dalam hati.( halaman 146)
4. Tuhan, salahkah aku menafikan cinta? Mengapa kian lama aku berusaha melepaskan serta menjauhi rasa itu, aku semakin tak kuasa? Bahkan menjauhi rasa itu, aku semakin tak kuasa? Bahkan semakin lemah. aku bahkan tak bisa melepaskan semua ini, Tuhan. Kenapa aku selalu merindukan suaranya tiap malam-malamku sehabis aku bermunajat kepada-mu? ( halaman 191)
5. “ Andai engkau tahu betapa gelisahnya hati ini memikirkanmu, mungkin kau takkan sanggup merasakan betapa besar rasa cinta ini padamu. Jika kau tahu sedari awal, bahwa aku telah jatuh cinta padamu mungkin kau takkan sanggup membalasnya, dan tentunya, kau sudah berada disini dan dengan keberanianku pula kan kuberikan apa yang menjadi milikku padamu. Karena itu adalah bukti bahwa itulah cintaku, itulah ketulusanku yang tak ternoda. ( halaman 306)
e. Teknik Perbuatan Tokoh / Teknik Tingkah Laku
1. Setiba di kamar, Rusli langsung merebahkan tubuhnya. Darah di otaknya menggerutu ke sekujur tubuh. Lelah menjakit. ( halaman 277)
2. Meski sempat terkena pukulan yang dilontarkan Faiz, namun Rusli tetap berusaha mempertahankan diri. Ia tetap berusaha melawan musuh-musuhnya dengan sisa tenaga yang ada. ( halaman 281)
3.         “ Kamu mimipi buruk ya? “ dengan lembut tangan kanan Fatimah membelai rambut Qibtiyah. “ Coba ceritakan padaku, Qib! Apa yang sedang kau impikan.” ( halaman 311)
4. “ Mak…Mak?! belum juga ada jawaban. Asrul telah mencoba mencari Emaknya kemana-mana. Di teras, kamar, halaman belakang dan juga halaman depan namun tak juga ia bersua dengan Emaknya.( halaman 374)
5. Sebelum jasadnya tiba di rumah sakit  ia telah menghembuskan nafas terakhirnya. Akhirnya ia dimakamkan di dekat pusara istri pertamnya.( halaman 378)

f. Teknik Sikap Tokoh
1. “ Saat ini memang bangsa kita sedang mengalami dis-orientasi. Bangsa kita telah kehilangan kepercayaan pada sirinya sendiri. Kita  seperti dicetak menjadi mesin-mesin buruh kapitalis. Kita juga sepertinya dicetak menjadi bangsa yang konsumtif. Sudah tahu kondisi perekonomian makin sulit masih juga membeli barang-barang elit. Terlalu mudah kepincut, iming-iming produk mewah. Bahkan untuk hal yang demikian sampai rela kredit barang. Yang lebih parah demi kebutuhan itu sampai-sampai harus ngutang sana-sini. memang aneh, Man, Negeri kita ini…” sambil mengelus-elus jenggotnya yang keriting panjang.
( halaman 249)





2. “ Sekarang , kamu coba pulang dulu dan langsung temui ibu. Mungkin semua kegelisahanmu akan terobati.”
            Liku-liku kehidupan memang di luar pengetahuan manusia, Manusia hanya bisa mengikuti irama hidup, menggali makna, memetik hikmah hingga tercipta kedewasaan berpikir dalam menjalani hidup tersebut.
Masalahnya yang dihadapi oleh nida dengan keluarganya  sebenarnya tidaklah terlalu pelik. Hanya saja jika masalah itu dibiarkan, maka akan mengganggu juga.( halaman 102-103)
3. “ Nida. Hidup itu urusan Allah. Jodoh, hidup-mati itu semua hanya Allah saja yang tahu. Belum tentu apa yang kamu inginkan itu akan baik bagimu kelak.
belum tentu juga yang menjadi keinginan orang tuamu akan buruk bagimu nanti. sekarang coba kamu pasrahkan diri pada ketentuan Allah. Yakinkan hatimu bahwa Allah akan membimbing dan menunjukan jalan terbaik bagimu. Allah tidak akan menelantarkan hamba-Nya. percayalah, Nid!” ( halaman 104)
4.         “ Aku tahu kamu mempunyai kemampuan dalam hal itu. Maka aku memilihmu untuk menjadi pengganti ustadz di pondoknya Gus Mu’ali karena ustadz yang dahulu sedang pulang kampung karena dia ingin menikah. Dan, kemungkinan besar ia tidak akan kembali lahi mengajar.(halaman 109)

g. Teknik Reaksi Tokoh Lain
1.         “ Ia sering datang kemari dan sering kali mengeluhkan nasibnya. Bisa makan sekali dalam sehari saja mereka sudah hutang. kemudian saya Tanya pada dia, ‘Lha, gaji bulanan sampeyan apa tidak cukup?’ Tahu apa jawabanya? Jawabana,’ sudah habis untuk bayar utang, Gus. Belum sempat sehari di tangan, gaji tersebut sudah harus buat nutup utang. lebih enak menjadi pegawai swasta saja, Gus. Jadi pegawai negeri sama melaratnya dengan petani. Bahkan hidup makin sengsara.’ Mendengar itu saya trenyuh. Sempat terpikir oleh saya akan nasibnya. ( halaman 246)




2.         “ Eh. itu kan santri yang kemarin membaca tilawah pada Haul kiyai Romo?”
            “ Iya, ya? kenapa dia sampai disini?”
            “ Pasti dia diminta menggantikan Ustadz Faiz.
Mungkin juga dia kesini atas permintaan Gus Mu’ali.” (halaman 124)
3.         “ Fat, kenapa Abahmu selalu memintaku dalam segaala urusan beliau?”
            “ Memangnya kenapa? Apa kamu tidak suka.”
            “ Bukan begitu. Tapi aku merasa tidak enak dengan santri-santri lain. Padahal santri juga bisa melakukan hal itu.”
            “ Harusnya kamu bersyukur bisa mendapatkan kepercayaan dari Abah. belum tentu orang lain bisa mendapat kepercayaan yang sama.”( halaman 121)
4.         “ Sebenarnya, dari dulu aku sudah tahu kalau Akang menjadi miliknya. Hanya saja aku diam. Tapi. oleh sebab kesalahanku dan juga egokulah yang telah menghancurkan hubungan cinta akang dan Sukma. Aku merasa bersalah pada kalian berdua. Kecerobohankulah yang menghancurkan cinta kalian. Mungkin jika dulu aku tidak berterus-terang pada Sukma, mungkin Akang sudah hidup bahagai dengan Sukma. Tapi…ia tersedu menitikan air matanya kian deras.”
( halaman 349)

h. Teknik Pelukisan Fisik
1.         “ Tapi wajah sampeyan kok lebam bahkan sampai memar seperti itu. Tadi siapa, Kang?”
            “ Mereka anak buah dari putra Kiyai aziz. Mereka mengancam jika mengadakan kampanye di daerah mereka sekali lagi. Maka konsekuensinya akan lebih parah lagi dari ini,” katanya sambil mendesis perih.( halaman 258)
2. LANTUNAN ayat-ayat suci itu menelusup pada rongga-rongga telinga Rusli. Suara yang menyentuh gendang telinganya itu terasa lembut bak kain sutra. Mendayu merdu. Elastis bibirnya melafalkan bait-bait ayat suci dalam alunan bayati qoror. Seperti air yang mengalir dari sebuah muara hening, menjadikan gulana jiwa tertunduk, tanpa kata.( halaman 145)


3.         Semua mimik yang hadir disana mendadak berubah pucat pasi. pengurus yang mulai mengerti apa yang sedang terjadi sontak berang. Ingin memarahi. bahkan jika perlu, menghajar pelaku liwath itu.( halaman 129)
4. LANGKAH kaki itu menderap di atas jalan. Busana santri  yang dikenakan pemilik langkah itu menambah wibawa yang mengagumkan. Senyumnya selalu megnembang merebakkan pesona jiwa yang lungkrah. ia terus berjalan menapaki semilu-semilu malam.( halaman 123)

i. Teknik Pelukisan Latar
1.         Tak ada yang berubah dalam udara kamar itu. tetap saja hening yang senyap. lengang nan sunyi
            “Tapi, apakah aku salah mencintainya? Terlampau jauhkah aku memahami semua ini. Apakah aku terlalu berlebihan dan terlalu berharaf akan sesuatu yang tidak pasti? ( halaman 308)
2.         Nafasnya mengendus. Lirih. Dan, pijar lampu yang tergantung di bawah plafon coba untuk terangi. perlahan ia mengeja.
            Hening di tengah gemuruh acara tasyakuran. ( halaman 200)
3. Kemudian keduanya sarapan pagi bersama. belum pernah Sukma makan bersama seperti itu di rumahnya, meski hanya berlaukan sayur-mayur ala kadarnya, namun Sukma merasakan kelezatan tersendiri dibandingkan ketika ia makan makanan ‘orang mewah’ yang hambar. Biasanya ia sealalu makan sendirian di rumahnya. Kalaupun makan bersama itupun sangat jarang sekali, terlebih kesibukan antar keluarganyalah yag tidak memungkinkan hal itu.
 ( halaman 234)
4.         Keheningan semakin merambah sunyi. Angin yang berhembus pada jendela kamar semakin menjadikan tubuh ramping itu menggigil. Aliran darah semakin terasa hangat menelusup pada pembuluh nadinya. Seakan-akan mencoba melawan bekunya udara. Bola mata tak bisa terlena oleh hembusan angin yang mengajaknya ke muara mimpi. Risau telah menjadikan mata terus terjaga (halaman 267)


5. Gadis itu melangkah menuju pancuran. Ia buka kran. Berkumur. membasuh mukanya. membasuh kedua tangannya. Ubun-ubunya. Telinganya. kedua kakinya. Lalu, setelah usai, wajahnya menengadah ke atas diidringi kedua tangannya pula
( halaman 87)

2.2 Analisis plot dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam
2.2.1 Analisis Struktur Plot
F Tahapan Awal-Tengah-Akhir
a. Tahapan Awal
     - Menceritakan keadaan Kampung Kuning
                 SENJA tampak sayu di balik lipatan kabut. Suasana Kampungkuning tampak remang  dan lengang, meski matahari belum sepenuhnya tenggelam. Ia masih membiaskan  warna-warna mempesona, teduh memandikan jiwa yang sepi. Ketakjuban memancar di antara lanskap yang kian tirus, berurai sendu. Ceracau burung yang hinggap di atas dahan nan landai meriuhkan suasana. Di senjakala itu, langit tampak mendung sembab. Burai, Kabut hitam-putih menyelimuti berbukitan yang membuhul di antara celah-celah ranting pepohonan. Gerimis turun berlarik-larik dari langit, seperti sekawanan anak panah yang di hujamkan ke perut bumi.( halaman 21-22)
    
b. Tahapan Tengah
     - Menceritakan Rusli yang harus menikahi Fatimah
                 Seperti petir menyambar. Kilatannya menyilaukan mata. Tubuh jenjang itu menggigil. Ia tak kuasa menahan perih dan derai air matanya. Ia tertunduk lemah di tepi ranjang. Di antara sayatan lukanya. ada ketabahan. Ia mahfum dengan apa yang disampaikan Rusli dalam suratnya. Sukma tak berhaj mempersilahkan Rusli karena memang suratan takdir telah berkata demikian. Ia tahu bahwa memang Rusli dalam keterhimpitan keadaan yang menjadikan ia harus pasrah atas permintaan Kiyai Mahfud. Sukma yakin bahwa suatu saat cinta dalam hatinya akan terus menyala. ( halaman 339 - 340)

c Tahapan Akhir
     - Menceritakn Meninggalnya Rusli
     Asrul teringat mimpi yang baru saja ia alami. setahun yang lalu, ia masih sempat melihat sahabatnya yang meninggal karena kecelakaan. ketika itu Rusli baru pulang dari pengajian. kebetulan  Rusli diminta sebagai penceramahnya. Karena jaraknya yang cukupjauh, maka mau tidak mau ia harus naik kendaraan. Sepulang dari mengisi pengajian itu mendadak di perempatan jalan, sepeda motor yang ia kendarai di tabrak truk yang mengangkut beras dari Surabaya. Kecelakaan itu sangat fatal sekali. Rusli mengalami pendarahan di otaknya. kakinya patah karena terlindas ban truk. ( halaman 37)


F Tahapan Lain
a. Tahap Situation
     - Menceritakan kesanggupan Rusli untuk menikahi Fatimah
                 SENJA tampak sayu di balik lipatan kabut. Suasana Kampungkuning tampak remang  dan lengang, meski matahari belum sepenuhnya tenggelam. Ia masih membiaskan  warna-warna mempesona, teduh memandikan jiwa yang sepi. Ketakjuban memancar di antara lanskap yang kian tirus, berurai sendu. Ceracau burung yang hinggap di atas dahan nan landai meriuhkan suasana. Di senjakala itu, langit tampak mendung sembab. Burai, Kabut hitam-putih menyelimuti berbukitan yang membuhul di antara celah-celah ranting pepohonan. Gerimis turun berlarik-larik dari langit, seperti sekawanan anak panah yang di hujamkan ke perut bumi.( halaman 21-22)
    
b Tahap Generating
     - Menceritakan  Rusli yang harus menikahi Fatimah
     “ Ada apa gerangan Kiyai memanggil sya?”
     “ Begini Rus. Aku ingin menanyakan sesuatu padamu.
     “ Masalah apa kiyai?”
     “ Sekarang ini kamu sudah punya kekasih belum?”Sontak Rusli terperanjat. Terasa aneh di hati Rusli mendengar hal tiu. Jelas-jelas di pondok pesantren mengharamkan pacran , tapi, kenapa justru Pak Kiyai sendiri yang bertanya akan hal tiu? Di antara kejujuran dan dusta telah menyatu pada busur kalimat yang akan ia ucapkan, Namun, ada keraguan yang menelusup. apakah Kiyai tahu kalau aku berpacaran dengan Sukma? Kalaupun tahu dari siapa? Jika memang Kiyai tahu aku berpacran dengan Sukma pasti aku akan di ta’dzir hari ini. nyatanya Pak Kiyai bertanya demikian. ah, gawat! aku pasti akan mendapat hukuman. gumam Rusli.
     “ Be…belum Kiyai…”
     “ Jangan bohong Rus! aku tahu kalau kamu sudah punya pacar, ya to?”
     Degh!
     “ Be… Be …belum kiyai… Saya belum punya kenapa Kiyai bertanya demikian?” nadanya cemas.Mimiknya pucat-pasi. Gugup.
     “ Aku ingin Tanya padamu. Apakah kamu suka sama Fatimah?”
     Ada rasa heran dengan pertanyaan yang diajukan oleh Kiyai MAhfud. Ia bingung harus menjawab apa.
     “ Rus, ditanya kok malah diam…”
     “ I…iya Kiyai. Sa…saya suka Fatimah Bahkan dia sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri…”terbata-bata Rusli menjawab di luar kesadarannya.
     “ Maksudku, bukan suka yang demikian…” kata Kiyai Mahfud mencoba menjelaskan.
     Rusli mengernyitkan jidat.
     “ Maksudku, apa kamu mencintai Fatimah?”
     Rusli tak mampu menjawab pertanyaan itu. Karena ia takut jawabannya justru akan berbuah murka. Ia hanya tertunduk berat. Dalam hati ia ingin mengatakan tidak, namun demi menghormati Kiyai maka jalan satu-satunya hanyalah diam.
     ( halaman 329-331)

c. Tahapan Rising
     - Menceritakan Rusli yang harus menikahi Fatimah
     Seperti petir menyambar. Kilatannya menyilaukan mata. Tubuh jenjang itu menggigil. Ia tak kuasa menahan perih dan derai air matanya. Ia tertunduk lemah di tepi ranjang. Di antara sayatan lukanya. ada ketabahan. Ia mahfum dengan apa yang disampaikan Rusli dalam suratnya. Sukma tak berhaj mempersilahkan Rusli karena memang suratan takdir telah berkata demikian. Ia tahu bahwa memang Rusli dalam keterhimpitan keadaan yang menjadikan ia harus pasrah atas permintaan Kiyai Mahfud. Sukma yakin bahwa suatu saat cinta dalam hatinya akan terus menyala. ( halaman 339 - 340)
    
d. Tahapan Climax
     - Menceritakan rumah tangga Rusli dan Fatimah
     Sudah satu tahun  Rusli mengarungi kehidupan rumah-tangga. Entah kenapa, meski hidup serumah dengan Fatimah, hatinya selalu berada dalam dekapan Sukma. apakah ia tidak setia pada Fatimah? Tidak juga. Ia hanya tak bisa melupakan Sukma. Bukan berarti ia ingin selingkuh, atau berkhianat. Namun atas dasar tulus sucinya cinta. Rusli mengaku bahwa keduanya sama-sama cantik, sama-sama bisa mengerti keadaan Rusli, namun ia tidak ma uterus-menerus terombang-ambing perasaan, mendustai cinta yang dulu pernah tersulut di antara mereka berdua. bahkan berarti pula ia tidak mencintai Fatimah. Ia sangat cinta padanya. Karena, bagaimnapun juga, Fatimah adalah istrinya. Amanah tuhan yang harus ia jaga.( halaman347)
    
e. Tahapan Denouement
     - Menceritakan Meninggalnya Rusli
     Asrul teringat mimpi yang baru saja ia alami. setahun yang lalu, ia masih sempat melihat sahabatnya yang meninggal karena kecelakaan. ketika itu Rusli baru pulang dari pengajian. kebetulan  Rusli diminta sebagai penceramahnya. Karena jaraknya yang cukupjauh, maka mau tidak mau ia harus naik kendaraan. Sepulang dari mengisi pengajian itu mendadak di perempatan jalan, sepeda motor yang ia kendarai di tabrak truk yang mengangkut beras dari Suabaya. Kecelakaan itu sangat fatal sekali. Rusli mengalami pendarahan di otaknya. kakinya patah karena terlindas ban truk. ( halaman 378)
2.2.2 Analisis Jenis Plot
1. Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu
            Termasuk plot campuran karena novelnya mengandung plot maju dan plot mundur
- Plot Mundur
1. Kisah SMA Rusli
Rusli mengantarkan Fatimah ke jombang naik bus-di dalam bus Rusli menceritakan kisanya waktu SMA.
2. Kisah SMA Sukma
Rusli mengatakan cinta pada Sukma – lalu menarawang masa lalunya
3. Kisah Kiyai Muhsin.
Rusli datang ke rumah Kiyai Mahfud – lalu Kiyai mahfud menceritakan masa lalu Kiyai Muhsin.
4. Kronologi kecelakaan Rusli
Asrul pulang kampung, dan bermimpi tentang Rusli - lalu Asrul membayangkan kronologis kecelakaan Rusli.
5. Kedatangan Rusli ke Kampung Kuning
Diceritakan tentang alam Kampung Kuning – baru Rusli diceritakan datang ke kampung kuning.
- Plot Maju
Sukma mengirim surat – Rusli menyatakan cinta – ibu sukma meninggal – Fatimah dilamar Kiyai Latif – Fatimah memberi tahu abahnya kalu dia mencintai Rusli -  Rusli ditanya kesanggupan menikahi Fatimah – Rusli memutuskan hubungan dengan Sukma- Rusli menikah dengan Fatimah- Fatimah meninggal- Rusli menikahi Sukma – Rusli meninggal- Sukma meninggal.
2. Berdasarkan Kriteria Jumlah
Termasuk plot jamak karena novelnya dibangun oleh plot utama dan plot tambahan
- Plot Utama : kisah cinta segitiga  Rusli, Sukma dan Fatimah
- Plot tambahan
1. Kisah Kiyai Muhsin
2. Kisah  Asrul
3. Kisah Pa Tabah
4. Cerita Gus Mu’ali dan Kiyai Aziz
5. Cerita Qibtiyah
3. Berdasarkan Kriteria kepadatan atau kualitas
Termasuk plot longgar (renggang) karena adanya penyisipan plot lain seperti :
1. Kisah SMA Rusli
2. Kisah SMA Sukma
4. Berdasarkan Kriteria Akhir Cerita
Termasuk plot tertutup, karena akhir cerintanya jelas yaitu bahwa di alam lain yang bukan dunia Rusli, Sukma dan Fatimah bahagia.

2.3 Analisis Latar novel Dzikir-Dzikir Cinta Karya Anam Khoirul Anam
2.3.1 Tipe Latar
F Latar Netral
1. Jombang
  Fat! Fat. Bangun…kita sudah sampai di Jombang.” Fatimah membuka matanya, tak sadar jika tangannya masih memeluk badan Rusli.mungkin kebiasaannya di rumah ( halaman 285)
2. Rumah berwarna biru
  “Kang, sekarang Akang ditunggu mbak Sukma di seberang jalan sana. Itu rumah yang berwarna biru!” ( halaman 208)
3. Gudang
            Seperti biasa ia akan meletakkan semua peralatan di gudang penyimpanan peralatan ( halaman 51)
4. Sawung Ginting
             PROSESI pemakaman mayat yang baru saja ditemukan oleh beberapa warga desa Sawungginting baru saja usai ( halaman 165)
5. Rumah asrul                   
            Tiga kali ia beruluk salam, tiga kali pula ia disambut sepi. Tanpa perduli lagi, ia langsung menuju kamarnya (halaman 375)


F Latar Tipikal atau Latar Spiritual
1. Kampung Kuning
             Seperti biasa, dan memang sudah menjadi adat kebiasaan bagi penduduk yang tinggal di Kampungkuning, saat sore menjelang mereka berbondong-bondong tanpa dikomando menuju musholla-musholla atau masjid-masjid, yang menurut hati kecil paling mereka sukai.( halaman 24)
2. Pondok gus mu’ali
             GUS Mu’ali baru saja selesai menyampaikan pengajian kitab bulugh al-Maram pada santri –santri putri asuhannnya ( halaman 95)
3. . Rumah wali kota
            Mobil-mobil yang mengangkut santri akhirnya berhenti di depan sebuah rumah mewah berukuran besar ( halaman 72)
4. Kamar mandi
            Pintu masih saja bersuara akibat gedoran dari Fatma tapi tak juga terbuka. Ia tetap memaksa. Baginya kamar kecil itulah yang paling nyaman dan dekat dengan kamar tidur yang banyak orang.( halaman 133)
5. Kamar Fatimah
Di dalam kamarnya, Fatimah langsung dikerubungi oleh teman-teman sekamarnya ( halaman 309)
6. Jalan
Sepulang dari mengisi pengajian itu mendadak di perempatan jalan, sepeda motor yang ia kendarai ditabrak truk yang mengangkut beras dari Surabaya. ( halaman 378)
7. Alun- alun
Arak-arakan masa memadati Alun-alun Selatan. Dengan lantang seorang penyeru menyuarakan yel-yel ( halaman 253)
8. Pondok gus mu’ali
 GUS Mu’ali baru saja selesai menyampaikan pengajian kitab bulugh al-Maram pada santri –santri putri asuhannnya ( halaman 95)
9. Kampung halaman asrul
Pada suatu pagi yang dingin. pemuda itu menyusuri jalan setapak yang berlumpur. Ia baru saja tiba di kampong halamannya yang sejak lima tahun ini ia tinggalkan.( halaman 373)
10. Kedungwangi
Dan jika anda masih mampu menikmati suasana tersebut, teruslah menapak hingga anda singgah di pedukuhan Kedungwangi. Disanalah aku dilahirkan. Dari rahim ibuku. Disana, anda akan merasakan nuansa dan aroma alam pegunungan yang alami dan murni, setiap pagi.( halaman 175)
11. Kantor gus mu’ali
  Sebentar, sebentar… Kalau masalah pribadi, sebaiknya kita bicarakan di rumah saya ya? Biar lebih rileks. Sebenarnya dibahas disini juga tidak apa-apa, tapi sekarang waktu istirahat keja saya hampir habis. Jadi sebisa mungkin kita harus memposisikan diri. Betul tidak? ( halaman 299)
12. Hutan
“ Akan tetapi apalah daya, akhirnya Pak Tabah memilih untuk mengasingkan diri di hutan. Ia berinisiatif demikian karena tidak ingin menambah masalah dalam hidup.”( halaman 154)
13. Alas Godeng
“ Dengan rinci, tanpa bermaksud menyinggung perasaan si empunya rumah, ia menjelaskan tentang ditemukannya mayat yang menggantung di sebuah pohon jati di Alas Godeng.” ( halaman 168)
14. Rumah kiyai mahfud   
“ Assalamu’alaikum…” diiringi suara ketukan pintu.
Terdengar samar dari dalam ruangan sebuah jawaban,
 Wa’alaikum salam.”
“ O, silahkan masuk!” Seorang lelaki setengah baya mempersilahkan masuk keduatamu yang baru datang. (halaman 37)
15. Rumah pa tabah
“ Belum sempat mereka berdua mengetuk pintu. Pintu itu terbuka. Tampak sang menantu menyambut.”( halaman 164)

17. Rumah pa harto
 Pa Tabah menyeret istrinya keluar rumah. Ia sama sekali tidak memperdulikan lelaki yang telah merusak pagarayu orang lain itu” ( halaman 152)
18. . Rumah kiyai latif
“ Fat… aku ingin mengatakan sesuatu padamu!”
ucap Kiyai Latif ketika Fatimah telah berada di ruang tamu. ( halaman 316)
19. Rumah Fatimah dan Rusli
“ Dengan muka sendu Rusli mendengarkan penuturan dari kiyai Mahfud yang datang  ke rumahnya”( halaman 365)
20. Kamar rusli                  
“ Sekarang kamu istirahat saja disini. Jangan sungkan! Anggap rumah sendiri. Kamu sudah makan?” Tanya hasim. ( halaman 42)
21. Kamar sukma
“ Gadis itu kembali ke kamarnya. Ia membuka lemari tempat ia menyimpan baju”
( halaman 86)
22. Kamar Fatimah
“Di dalam kamarnya, Fatimah langsung dikerubungi oleh teman-teman sekamarnya” ( halaman 309)
23. Di belakang rumah
  Pada waktu itu, tanpa sengaja sang Kiyai sedang membersihkan semak-semak belukar  di belakang rumah.” ( halaman 50)
24. Di surau
  Seperti biasa jika sore hari anak-anak akan ngaji di surau seorang ustadz. Seperti biasa pula mereka akan pulang ke rumah setelah sholat Isya’.” ( halaman 311)


BAB III
ANALISIS TEMA CERITA

1. Berdasarkan Klasifikasi Nurgiyantoro
               Termasuk tema tradisional, karena menceritakan kisah liku-likunya percintaan yang berbuah kebahagiaan.
- Tema Utama
 Cinta segitiga dalam bingkai religi
- Tema Tambahan
1. Penghianatan ( kisah pa tabah)
2. Perjuangan cinta ( Kiyai Muhsin)
3. Politik (Gus Mu’ali dan Kiyai Aziz)
4. Sifat tercela (Subhan, Heni dan Lisa)
5. Pondok modern ( Asrul)

2. Berdasarkan Klasifikasi Shipley
               Termasuk tema tingkat divine, karena banyak menceritakan kisah religi para tokoh, pandangan hidup seorang santri, keyakinan santri.







BAB IV
ANALISIS SARANA CERITA

4.1 Judul Cerita
               Dzikir-Dzikir Cinta, judul novel ini mengacu pada suasana cerita karena di dalam novelya terdapat banyak kisah percintaan yang dibingkai dalam suasana religi, mulai dari kisah cinta Kiyai Muhsin yang ditentang, kisah cinta Kiyai Mahfud yang lancar, lalu cinta segitiga Rusli, sukma dan Fatimah yang penuh liku-liku.
4.2 Sudut Pandang
1. Secara Garis Besar
Termasuk sudut pandang orang ketiga, karena menggunakan kata dia
seperti:
1. “Hari-hari yang ia habiskan bersama mereka, teman-teman sependeritaan, serasa telah mengubur dalam-dalam semua masa lalunya yang kelam. Masa lalu yang teramat pahit. Masa lalu yang membawanya ke pesantren Gus Mu’ali.”( halaman 105)
2. “Ia terus berjalan menapaki sembilu-sembilu malam. Kelebatan sinar lampu memendar pada aura bumi.” ( halaman 123)
3. “ Bahkan ada dua rasa takut yang menyelinap dalam dirinya. Pertama, ia takut jika ia berterus terang telah jatuh cinta pada Rusli akan mengakibatkan murka pada Kiyai Latif dan ia akan mendapatkan takdzir darinya. Yang kedua, ia takut jika ia berterus terang akan menyakiti Kiyainya yang menyebabkan hubungan baik antara Kiyai Latif dan Abahnya akan hancur, selain itu juga ia tidak ingin memperkeruh hubungan antara dirinya dengan Kiyainya.” ( halaman 317)

2. Berdasarkan Klasifikasi Sayuti
               Termasuk sudut pandang akuan-taksertaan, karena pencerita muncul di awal dengan menceritakan suasana Kampung Kuning lalu di akhir menceritakan telah dibangunnya pondok modern

Ø  di awal: “ SENJA tampak sayu di balik lipatan kabut. Suasan Kampungkuning tampak remang  dan lengang, meski matahari belum sepenuhnya tenggelam. Ia masih membiaskan warna- warna mempesona, teduh memandikan jiwa yang sepi. Ketakjuban memancar di antara celah lanskap yang kian tirus, berurai sendu. Ceracau burung yang hinggap di atas dahan nan landai meriuhkan suasana”( halaman 21)
Ø  Di akhir: “ Sepulang dari pondok pesantren Kiyai Mahfud guna meminta restu atas didirikannya pondok pesantren yang akan ia asuh. Akhirnya pesantren yang ia kelola berkembang baik. Asrul mencoba menerapkan pola pendidikan yang lebih modern. Selain sebagai pondok pesantren yang mengajarkan kitab kuning. Di podoknya juga digunakan sebagai tempat sekolah yang bersifat umum. Asrul ingin memebentuk lembaga pendidikan yang sifatnya umum dan juga mengembangkan pondok modern atas gagasan yang ia angankan.”( halaman 380)
3. Berdasarkan Klasifikasi Yakub Sumardjo
               Termasuk sudut pandang peninjau, karena di dalam novelnya ada salah satu tokoh yang bercerita yaitu Asrul.
seperti:
Asrul teringat mimpi yang baru saja ia alami. Setahun yang lalu, ia masih sempat melihat sahabatnya yang meninggal karena kecelakaan. Ketika itu Rusli baru pulang dari pengajian. Kebetulan Rusli diminta  sebagai penceramhnya. Karena jaraknya yang cukup jauh, maka mau tidak mau ia harus naik kendaraan. Sepulang dari mengisi pengajian itu mendadak di perempatan jalan, sepeda motor yang ia kendarai ditabrak truk yang mengangkut beras dari Surabaya. kecelakaan itu sangat fatal sekali. Rusli mengalami pendarahan di otaknya. Kakinya patah karena terlindas ban truk.(halaman 378)
4.3 Gaya dan Nada
a. Gaya
1. Diksi
- borjuis                       : kelas masyarakat dari golongan menengah ke atas
- kulminasi                   : tingkatan tertinggi
- tendensi                    : kecenderungan
- oase                           : daerah di padang pasir yang berair cukup untuk                                                        tumbuhan dan pemukiman manusia
- lelaku                        : melakukan
- ngerogoh sukmo       : ilmu pelepasan sukma

2. Denotasi
“ PEMUDA itu berjalan ke arah utara, tepat setelah ia turun dari angkutan kota, Di pundaknya terdapat rangsel yang terlhat sarat dengan muatan. Dengan mengenakan busana khas santri ia menyusuri jalan setapak di hadapannya.”
( halaman 35)

3. Imajeri
1. “JIKA anda ingin bepergian ke Jawa Timur, sementara anda menggunakan bis dan berangkat dari Jawa Tengah, maka anda tentu saja akan melewati terminal kota Ngawi, sebuah terminal peberhentian. Sempatkan, sekali saja, meski hanya untuk sekedar membuang penat, mengalihkan pandangan ke arah barat. Maka di kejauhan sana, anda akan melihat gugusan gunung Lawu yang berdiri kokoh dan anda juga akan melihat panorama yang begitu mempesona di kedinginan langit biru.”( halaman 173)
2. “ Jika anda merasa nyaman dengan suasana yang demikian, cobalah untuk berlama-lama di pedukuhan tersebut. Anda akan menemukan perkampungan tersebut menjadi sunyi ketika malam merambah. Anda akan merasakan keheningan yang kian akut. Anda akan mendengarkan bunyi-bunyian alam yang belum terkontaminasi dengan aroma modernitas perkotaan.”( halaman 175)


4.Imaji Literal
1. “Anak-anak kecil sedari tadi bermain dengan cerah dunia mereka,serempak berhenti berman dan memenuhi serua suci. Tetap dengan ceria dunia mereka. Sebelum berangkat ngaji, terlebih dahulu mereka membersihkan diri dari keringat engan air yang mengalir dari gunung.” ( halaman 23)
2. “Mobil-mobil yang mengangkut santri akhirnya berhenti di depan sebuah rumah mewah berukuran besar. Konstruksi rumah tersebut sangat elegan. Semua barang yang ada disana pastilah furniture dan aksesoris yang berlabel mahal. Semua terpampang mewah. Di garasi tampak dua mobil BMW trepekur tak bersuara” ( halaman 72)
5. Imaji Figuratif
1. “ Alam raya pun bertasbih pada-Mu. Memuji segala keagungan-Mu. Burung- burung yang beterbangan di  biru langit bertasbih dengan nada merdu anugerah-Mu. Melafalkan madah-madah di setiap kepak sayapnya. gemericik air yang meliuk di atas permukaan sungai melafalkan asma-asma-Mu. Memantulkan bias. Batu-batu yang ngeram di balik lipataan air menyungkur-sujudkan wajah pada hamparan bumi dan bentangan langit-Mu dan mengagungkan-Mu. Gunung. Bukit. Semuanya memanjatkan syukur pada-Mu. Mencoba mengabdi dan taat terhadap segala perintah dan menjauhi segala apa yang Kau larang. Duhai Rabb, keangkuhan seperti apa yang mampu melukai cinta kami pada-Mu.”
( halaman 23)
2. “ LANGKAH kaki itu menderap di atas jalan. Busana santri yang dikenakan pemilik langkah itu menambah wibawa mengagumkan. Senyumnya selalu mengembang merebakkan pesona jiwa yang lungkrah. Ia terus berjalan menapaki sembilu-ssembilu malam. Kelebatan sinar lampu memendar pada aura bumi.”
 ( halaman 123)






6 Sintaksis
- Kalimat yang digunakan panjang dan majemuk
1. “ Kang Rusli, aku tak tahu harus memulai dari mana. Aku bingung harus mengatakan apa. Aku masih ragu, takut dan sangat khawatir dengan apa yang akan kukatakan nanti. Sungguh, aku tak tahu harus mengatakan apa. sepertinya aku tak sanggup jika menuliskan kata hati ini meski sebait saja. Tapi, harus bagaimana lagi jika rasa jiwaku sudah tidak bisa aku kendalikan lagi? Aku ragu terhadap kebenaran yang aku rasakan dalam diriku saat ini. Keraguanku itu oleh sebab: hal yang akan aku katakanai ini masih terlalu dini untuk aku ucapkan, terlebih antara kita belum terlampau jauh saling mengenal. Semua terasa tumbuh jadi satu ketidakpastian rasa. Entahlah…” ( halaman 201)
2. “ Kekasihku, memang berat jika sebuah pilihan harus kita tentukan, terlebih jika pilihan tersebut menyangkut sebuah perasaan. Maafkan aku jika nantinya akan melukai hati dan perasaanmu. Aku tak tahu harus memulai dari mana sepucuk surat ini~ sama seperti saat kita memulai sebuah permulaan ketika kita bertemu dulu. Mungkin kau masih bingung dengan semua ini? Hal itu sama halnya dengan kebingungan yang kurasa sekarang, dan, kebingungan kita sewaktu kita menuliskan risalah untuk pertama kali kita bertemu. Ada kegetiran dan juga rasa sakit ketika menuliskan sepucuk surat ini. Ada hal yang membuatku ragu untuk mengatakan padamu secara langsung untuk mengutarakan maksud hati ini kepadamu~ belum ada cara lain yang pas menurutku saat ini (barangkali hanya segini keberanianku).” ( halaman 335)

b. Nada
- bernuansa religi
“ Seperti biasa, dan memang sudah menjadi adat kebiasaan bagi penduduk yang tinggal di kampung kuning, saat sore menjelang mereka berbondong-bondong tanpa dikomando menuju musholla-musholla atau masjid-masjid, yang menurut hati kecil paling mereka sukai Namun, entah mengapa, kebanyakan mereka memilih musholla atau langgar dari pada mesjid.” ( halaman 24)


- romantis-religi
“ Seperti petir menyambar. Kilatannya menyilaukan mata. Tubuh jenjang itu menggigil. Ia tak kuasa menahan perih dan derai air matanya. Ia tertunduk lemah di tepi ranjang. Di antara sayatan lukanya. Ada ketabahan. Ia mahfum dengan apa yang disampaikan Rusli dalam suratnya. Sukma tak berhak mempersalahkan Rusli karena memang suratan takdir telah berkata demikian. Ia tahu bahwa  memang Rusli dalam keterhimpitan keadaan yang menjadikan ia harus pasrah atas permintaan Kiyai Mahfud.” ( halaman 339)
- menyedihkan
“ Ketika itu Rusli baru pulang dari pengajian. Kebetulan Rusli diminta  sebagai penceramhnya. Karena jaraknya yang cukup jauh, maka mau tidak mau ia harus naik kendaraan. Sepulang dari mengisi pengajian itu mendadak di perempatan jalan, sepeda motor yang ia kendarai ditabrak truk yang mengangkut beras dari Surabaya. kecelakaan itu sangat fatal sekali. Rusli mengalami pendarahan di otaknya. Kakinya patah karena terlindas ban truk.” ( halaman 378)
- mengharukan
“ Di depan Kiyai Mahfud dan juga Gus Mu’ali.Rusli dan sukma saling berpeluk melepas kerinduan yang sekian tahun tak mampu mereka sampaikan. keduanya saling hanyut dalam haru biru. Ada siraman bahagia dari pelukan itu. Ada secercah bahagia menyelimuti keduanya. pelukan mesra itu serasa jadi pengganti dari apa yang bergemuruh dalam jiwa sekian waktu lamanya.” ( halaman 369)
- bahagia
“ Sepulang dari pondok pesantren Kiyai Mahfud guna meminta restu atas didirikannya pondok pesantren yang akan ia asuh. Akhirnya pesantren yang ia kelola berkembang baik. Asrul mencoba menerapkan pola pendidikan yang lebih modern. Selain sebagai pondok pesantren yang mengajarkan kitab kuning. Di pondoknya juga digunakan sebagai tempat sekolah yang bersifat umum. Asrul ingin memebentuk lembaga pendidikan yang sifatnya umum dan juga mengembangkan pondok modern atas gagasan yang ia angankan.” ( halaman 380)


- memprihatinkan
“ Qibtiyah menghela nafas dalam-dalam. ia mulai berkisah. Berkisah tentang sesuatu yang tersimpan dan menyakitkan, entah di bagian waktu mana kisah itu tertoreh. Betapa terkejutnya Fatimah ketika mendengar penuturan polos dari Qibtiyah. Ia tak menyangka jika sahabatnya itu pernah menjadi korban pencabulan yang dilakukan oleh guru ngaji di desanya.” ( halaman 312)
- persaingan politik
  Ada rasa tidak suka dalam diri Kiyai Aziz atas pencalonan Gus Mu’ali terebut. Rasa tidak suka itu karena di samping sama- sama seorang tokoh agama, rasa tidak suka yang lain adalah karena masih adanya dendam yang masih tertimbun.” (halaman 244)














BAB V
PENUTUP
           
             Berdasarkan hasil analisis di atas banyak kalimat yang menggunakan bahasa jawa yang  susah dimengerti dan menghambat pada pemahaman arti, karena harus melihat glosarium kata demi kata. Maka dari itu novel ini perlu mengalami perbaikan dengan mencantumkan arti dari kalimat-kalimat yang berbahasa jawa dalam bentuk kalimat supaya mudah dimengerti.

























DAFTAR PUSTAKA

Anam, Khoirul Anam. 2006. Dzikir-Dzikir Cinta. Yogyakarta: Diva Press
Ristiani, Iis. (2012). Kajian dan Apresiasi Puisi dan Prosa. Yogyakarta: CV.
Setiawan,ebta.kbbi offline 1.4 .Tersedia:http//ebsoft.web.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar