KRITIK
SASTRA
- Berdasarkan Pendekatan Mimetik
- Kritik Mimetik (Mimetic criticism)
Dalam buku ”Prinsip-prinsip
Kritik Sastra”, menyebutkan bahwa kritik mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan, pencerminan, atau penggambaran dunia luar
dan kehidupan manusia. Kriteria yang utama dikenakan pada karya sastra
adalah ”kebenaran” penggambarannya terhadap objek yang digambarkan atau hendak
digambarkan (Pradopo, 2003:192).
A.
Puisi
Sajak
yang akan di kritik adalah sajak “Gadis
Peminta-minta” puisi Toto Sudarto Bachtiar.
GADIS
PEMINTA-MINTA
Toto Sudarto Bachtiar
Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyumu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi lulang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu
kauhafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku.
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, oh kotaku Hidupnya tak lagi punya tanda
Sebelum
menjelaskan gambaran kehidupannya, dideskripsikan dahulu setiap lariknya.sebagai
berikut:
d Larik
ke-1: setiap bertemu anak kecil yang membawa kaleng kecil
d Larik ke-2: semuanya dijalani dengan senyuman
tidak terlalu menghiraukan hal sedih karena kesedihan sudah jadi kebiasaan.
d Larik
ke-3: melihat ke atas pada siang hari
d Larik
ke-4: seperti tidak ada kehidupan
d Larik
ke-5: karena terlalu simpati jadi merasa ingin mengalami rasa yang sama
d Larik
ke-6: anak kecil itu pulangnya ke bawah jembatan
d Larik
ke-7: hidupnya penuh dengan impian
d Larik
ke- 8: kebahagiaan hanya mimpi belaka
d Larik
ke- 9: kesulitan hidupnya berat tidak sebanding
dengan usianya
d Larik
ke- 10:mainnya anak kecil itu di sekitar selokan
d Larik
ke-11: hatinya bersih
d Larik
ke-12: menerima kesusahan orang lain
d Larik
ke-13:kalau anak kecil peminta-minta telah tiada
d Larik
ke-14: kehidupan yang sulit tidak ada yang merasakan
d Larik
ke-15: kehidupan kotanya terlepas dari pemandangan peminta-minta
$ Dari
ke-15 larik di atas, menggambarkan adanya kehidupan seorang anak kecil yang
pekerjaannya meminta-minta, tempat mainnya di sekitar selokan, tempat
tinggalnya di kolong jembatan, kehidupannya penuh kesusahan dan kebahagiaan
yang diharafkan hanya sebuah mimpi.
Hal-hal di atas benar-benar
menggambarkan kehidupan di sebuah kota besar yang dipenuhi dengan banyaknya
anak kecil meminta-minta khususnya di Indonesia apalagi di kota besar seperti
Jakarta. Jadi dari sekian banyak penggambaran penyair ingin menggambarkan
keadaaan indonesia khususnya di kota besar. Dari segi mimetiknya, sajak ini bagus karena diangkat dari suatu
kenyataan, dimana banyaknya anak kecil peminta-minta di jalanan kota. Jadi
pilihan kata yang digunakan dalam sajak di atas menggambarkan dengan jelas
sebuah kehidupan manusia.
B.
Novel
Novel yang akan dikritik adalah
novel “Dzikir-Dzikir Cinta” karya
Anam Khoirul Anam.
Kutipan
1: “ SENJA tampak sayu di balik lipatan kabut. Suasana Kampung kuning tampak
remang dan lenggang, meski matahari belum sepenuhnya tenggelam. Ia masih membiaskan
warna-warna mempesona, teduh memandikan jiwa yang sepi.
- Kutipan di atas menggambarkan bahwa sore hari suasana di kampung sudah sepi. Hal itu seperti halnya dalam dunia nyata. Khususnya daerah daerah perkampungan.
Kutipan 2: “PEMUDA itu berjalan ke arah utara. Tepat
setelah ia turun dari angkutan kota. Di pundaknya terdapat ransel yang terlihat
sarat dengan muatan. Dengan mengenakan busana khas santri ia menyusuri jalan
setapak di hadapannya.
- Kutipan di atas menggambarkan bahwa adanya seorang pria yang naik angkot membawa tas ransel dan memakai baju santri, hal seperti itu sangat jelas menggambarkan sebuah kehidupan seorang santri.
Kutipan 3: Sehabis menunaikan shalat Magrib
berjama’ah bersama para santri dan juga Kiyai beserta para ustadz-ustadzah di
mesjid’ Al-Munir’, ia langsung sowan
ke kediaman kiyai Mahfud, unuk menceritakan kisahnya yang tertunda sebelum
Ashar tadi. Seperti yang diwejangkan
Pak Kiyai.
- Kutipan di atas menggambarkan seorang santri yang terbiasa dengan shalat magrib berjama’ah , dan dilanjutkan dengan kegiatan tukar pendapat (sharing).
Kutipan
4:” PIKIRAN perempuan itu kian
gelisah. Tak biasanya ia meraskan hal demikian. Seperti sebuah firasat buruk.
Ia seperti merasakan ada yang aneh hari itu. Sesuatu ganjil. Ia semakin resah
ketika mencoba menghilangkannya.
- Kutipan di atas menggambarkan seorang ibu yang sedang sangat khawatir teringat tentang nasib anak laki-lakinya, seorang ibu yang mencemaskan anaknya selalu ada dalam kehidupan nyata, dan sifat itu menggambarkan sebuah kehangatan dalam keluarga.
Kutipan 5:”DENYAR-
denyar dunia politik kian memanas. Kurang dari dua bulan lagi pemilihan kepala
Daerah akan segera dilaksanakan. Pamfelt-pamflet bertebaran ke seluruh penjuru
ruang.
- Kutipan di atas menggambarkan ramainya suasana menjelang pemilu ,pamflet-pamflet ada dimana-mana, hal seperti ini ada dalam kehidupan sudah terbiasa dan menjadi kebiasaan.
- Dari segi mimetiknya novel di atas bagus karena menggambarkan cerita seperti halnya dalam kehidupan nyata.
kren, artikelnya sangat membantu pemahamanku tehadap puisi.
BalasHapusmampir di (http://depisugandi91.blogspot.com/)
BalasHapus